Rabu, 10 Oktober 2012

laporan perah

Diposting oleh indra di 04.09


I.                   PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Ternak perah merupakan ternak yang secara genetis dilengkapi dengan organ-organ dan jaringan tubuh untuk memproduksi susu yang tinggi sebagai bahan pangan manusia. Susu merupakan bahan makanan yang mengandung semua zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, mengandung protein, lemak, dan karbohidrat yang seimbang, vitamin, dan mineral serta mengandung cukup banyak asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh.
Susu sebagai produk peternakan khususnya peternakan sapi perah yang semakin dirasakan peranannya didalam usaha pemenuhan gizi masyarakat yang merupakan salah satu sumber protein hewani. Usaha pemenuhan kebutuhan susu sebagai sumber protein tentunya harus diimbangi dengan usaha peningkatan produksi sehingga permintaan dapat terpenuhi dan terjadi pemerataan gizi di dalam masyarakat. Keberhasilan untuk mengembangkan dan memajukan peternakan sapi perah adalah meningkatkan populasi sapi perah dan produksi susu yang berkualitas sesuai dengan standar yang ditentukan.











1.2.            Tujuan Praktik Kerja Lapangan
1.2.1    Mengetahui secara langsung kondisi usaha pemeliharaan ternak sapi perah di Dusun Lebak Bitung, Desa Mekar Bakti milik Bapak Caca ditinjau dari kegiatan pemeliharaannya.
1.2.2    Mengadakan evaluasi keberhasilan kegiatan usaha pemeliharaan ternak sapi perah milik Bapak Caca di Dusun Lebak Bitung, Desa Mekar Bakti, kecamatan Pamuliahan kabupaten Sumedang.
1.3.         Kegunaan Kerja Praktik Lapangan
           Mendapatkan pengalaman dan peningkatan keterampilan kerja (skill) sehingga membuka wawasan tentang perkembangan peternakan diluar lingkungan akademik.








II.        TINJAUAN PUSTAKA

2.1.             Pengamatan Kinerja Bibit
 Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan sapi yang berasal dari negeri Belanda, yaitu propinsi North Holland dan West Friesland. Sifat karakteristik FH adalah berwarna hitam putih, ada juga yang berwarna merah dan putih, merupakan sapi tipe besar dengan berat dewasa betina 540 sampai 580 kilogram dan sapi jantan mencapai 800 kilogram. Produksi susunya dapat mencapai 12.352 liter perlaktasi selama 300 hari dengan kadar lemak 3,7%, di Indonesia rata-rata produksi susu berkisar antara 2500 sampai 3000 kilogram perlaktasi (Hardjosubroto, 1994).
Abidin (2002), menyatakan bahwa sapi PFH betina dilahirkan dengan warna bulu putih kecokelatan dan abu-abu. Setelah dewasa warna cokelat berubah jadi hitam gelap, jantan berubah menjadi hitam putih. Seekor sapi perah dengan karakteristik sapi perah yang baik menampilkan fungsi produksi susu dan lemak susu untuk jangka waktu panjang dan lama (Blakely dan Bade, 1991).
Ciri-ciri sapi perah betina yang baik menurut Wahiduddin (2008) antara lain: Kepala panjang agak sempit. Leher panjang dan lebarnya sedang, besarnya gelambir sedang dan lipatan-lipatan kulit leher halus. Pinggang pendek dan lebar. Gumba, punggung dan pinggang merupakan garis lurus yang panjang. Kaki kuat, tidak pincang dan jarak antara paha lebar. Badan berbentuk segitiga, tidak terlalu gemuk dan tulang-tulang agak menonjol. Dada lebar dan tulang-tulang rusuk panjang serta lurus. Ambing besar, luas, memanjang kedepan kearah perut dan melebar sampai diantara paha. Produksi susu tinggi. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan setiap tahun beranak.
2.2.   Pemberian Pakan
Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 2001). Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 2001). Menurut Darmono (1992) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi- umbian.
Menurut Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60 : 40 (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55 : 45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64 : 36 (Siregar 2008). Suwarsono (1992), berpendapat bahwa dalam pemberian pakan kosentrat sebaiknya diberikan pada saat pagi dan sore hari.
Rasyaf (2004), menyatakan bahwa air merupakan komponen yang sangat penting untuk metabolisme tubuh, apabila ternak kekurangan air maka akan terjadi dehidrasi dan akan berakibat fatal bagi produktivitas ternak. Sudono dkk (2004), mengemukakan bahwa sapi perah yang sedang menyusui ( laktasi ) memerlukan makanan tambahan sekitar 25% hijauan dan kosentrat didalam ransum.

            Tabel 1. Kebutuhan Nutrien untuk Hidup Pokok Induk Laktasi
Bobot  Badan (kg)
Protein Kasar  (g/ekor)
ME (M.kall /ekor)
TDN  (kg/ekor)
Ca (g/ekor)
 P (g/ekor)
350
341
10,76
2,85
14
       11
400
373
11, 90
3,15
15
13
450
403
12,99
3,44
17
14
500
432
14,06
3,72
18
15
550
461
15,11
4,00
20
16
600
489
16,12
4,27
21
17
Sumber: Siregar, 1990

2.3.            Tatalakasana Pemeliharaan
2.3.1.      Pemeliharaan Pedet
Pedet yang baru lahir segera diberikan kolostrum, karena kolostrum mengandung zat kebal immuno lactoglobilin yang diberikan selama tujuh hari setelah dilahirkan. Jumlah susu yang di berikan pada pedet jantan sekitar seper delapan dari bobot badan. Sedangkan untuk pedet betina sepersepuluh dari bobot badan (Soedono 1990).
Siregar (1992) menyatakan bahwa, apabila pedet yang baru  lahir belum dapat bernafas, harus segera diberi pertolongan caranya adalah dengan menelentangkan pedet sedemikian rupa sehingga kaki-kakinya menghadap ke atas,  kemudian kedua kaki depannya dipegang dan digerak-gerakkan dengan serentak ke atas dan ke bawah berkali-kali sampai terlihat tanda-tanda bernafas.
Blakely dan Bade (1991), menyatakan bahwa tali pusar yang baru dipotong dan diberi yodium tinctur untuk mencegah masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui tali pusar.

2.3.2.      Penanganan Sapi Kering
Soedono, (1990) menyatakan bahwa masa kering ideal yaitu 8  sampai  9 mingggu atau 56  sampai  63 hari. Pengeringan merupakan suatu masa dimana sapi perah tidah diperah susunya sama sekali. Caranya dengan pengurangan pakan konsentrat dan pemerahan berselang.
2.3.3.      Pemeliharaan Sapi Laktasi
Soedono (1990) menyatakan bahwa sapi yang sedang berproduksi hendaknya dibersihkan dan dimandikan supaya menghasilkan susu yang lebih bersih dan sapi lebih sehat. Kegiatan memandikan sapi yang baik adalah sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari selama diadakannya pemerahan.
Syarif dan Sumoprastowo (1990) mengemukakan bahwa metode pemerahan yang baik adalah whole hand karena puting tidak akan menjadi panjang dan susu yang keluar dapat lebih banyak. Metode stripping pada awal pemerahan ditujukan agar air susu di dalam cistern atau rongga susu dapat turun ke bawah. Sedangkan pada akhir pemerahan untuk mengeluarkan sisa-sisa susu yang masih terdapat pada puting guna mencegah terjadinya mastitis.
2.3.4.      Reproduksi
Bearden dan Fuquay (l997) berpendapat bahwa sapi dari bangsa perah seharusnya mencapai berat kawin pertama pada umur 15 bulan sehingga saat beranak kira-kira umur 24 bulan, sebaiknya sapi perah dikawinkan pertama kali ketika berat badannya 272 kilogram. Ada data yang menunjukkan bahwa sapi betina yang dikawinkan pertama kali pada umur 4-5 tahun secara nyata dapat meningkatkan masalah reproduksi.
Keberhasilan bunting dipengaruhi oleh kualitas semen yang secara langsung dipengaruhi oleh proses penanganan dan penyimpanannya (Bearden dan Fuquay , 1997).
Birahi ternyata bertepatan dengan perkembangan maksimum folikel-folikel ovarium. Manifestasi psikologis birahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu estrogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pada sapi betina seringkali terjadi birahi tenang semua fenomena histologis dan fisiologis yang normal dapat teramati, termasuk ovulasi tetapi respon untuk perkawinan tidak tampak, untuk beberapa individu, kebutuhan estrogen mungkin lebih besar dibanding yang lainnya dan birahi tenang mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam mensekresi estrogen dalam jumlah yang cukup besar untuk menimbulkan respon perkawinan. Tanda-tanda sapi birahi antara lain vulva nampak lebih merah dari biasanya, bibir vulva nampak agak bengkak dan hangat, sapi nampak gelisah, ekornya seringkali diangkat bila sapi ada dipadang rumput sapi yang sedang birahi tidak suka merumput, kunci untuk menentukan yang mana diantara sapi-sapi yang saling menaiki tersebut birahi adalah sapi betina yang tetap tinggal diam saja apabila dinaiki dan apabila didalam kandang nafsu makannya jelas berkurang, pada sapi dewasa laktasi tidak jarang produksi susunya turun (Soetarno, 2003).
Palpasi rectal pada sapi dilakukan dengan meraba uterus melalui rektum rectal untuk mengetahui perkembangan fetus bila terjadi kebutingan. Metode ini dilakukan pada masa awal kebuntingan hasilnya, cukup akurat dan dapat diketahui segera (Hafez, 1993).
2.3.5.      Perkandangan
Syarif dan Somoprastowo (1990) menyatakan bahwa lokasi kandang tidak boleh berdekatan dengan perumahan rakyat sebab akan menimbulkan masalah sosial yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat, masalah yang menyangkut kesehatan masyarakat sekeliling.
Prihatman (2000) menyatakan lantai jangan terlalu licin dan terlalu kasar serta dibuat miring ( 3 cm). Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari semen, dialasi dengan karpet sebagai alas kandang yang hangat dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Sugeng (2001) menyatakan bahwa lantai kandang yang terbuat dari semen berfungsi untuk memudahkan peternak dalam membersihkan dan membuang kotoran.
2.4.            Kesehatan
Wiharto (2000), menjelaskan bahwa upaya untuk pencegahan dan pengobatan panyakit pada sapi perah yang paling utama adalah sanitasi dan disinfektan karena sanitasi merupakan ujung tombak yang tidak bisa untuk diabaikan dalam suatu usaha peternakan. Kusnadi (2006), berpendapat bahwa untuk program sanitasi pada pemeliharaan intensif sapi-sapi harus dikandangkan sehingga memudahkan dalam pengawasannya.
            Sapi yang menderita kembung perut akan tampak gelisah, sering menghentakkan kaki atau berusaha mengais-ais perutnya, sapi mengalami kesulitan untuk bernafas atau sering  bernafas melalui mulut (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
Sapi perah laktasi yang terinfeksi mastitis bakterial, mula-mula ditandai dengan perubahan susu. Susu berubah menjadi encer dan pecah dengan uji alkohol, susu bergumpal dan kadang-kadang bercampur darah ataupun nanah.  Tanda-tanda selanjutmya adalah  ambing panas, membengkak, dan meradang, nafsu makan menurun, sehingga kondisi tubuh menurun dan produksi susu mengalami penurunan (Siregar, 1995).
2.5.            Penanganan Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungaan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Darmono, (1992) menyatakan bahwa Limbah dari ternak dapat mendatangkan keuntungan yang berpotensi apabila dikelola dengan baik.
2.6.          Pemasaran dan Analisis Ekonomi
            Menganalisis keuangan dalam usaha sapi perah, peternak harus rajin menghitung dalam bentuk uang dari segala bentuk kegiatan yang dilakukan.  Jumlah uang yang keluar (output) maupun uang yang masuk (input) harus diatur sedemikian rupa serta dikalkulasi secara cermat,  hal ini memang sangat bervariasi dan agak berbeda dengan kenyataan yang diperlukan, itu semua sangat tergantung dari keterampilan pengelola sapi perah itu sendiri (Riyanto, 1982).
Analisis usaha sapi perah pada prinsipnya ditujukan untuk mencapai keuntungan yang maksimal dengan cara pengelolaan yang baik.  Keuntungan usaha sapi perah sebagaimana usaha komersial lainnya ditentukan oleh besarnya biaya produksi di satu pihak dan besarnya penerimaan dari pihak lainya (Siregar, 1992). Menganalisis keuangan dalam usaha sapi perah, peternak harus rajin menghitung dalam bentuk uang dari segala bentuk kegiatan yang dilakukan.  Jumlah uang yang keluar (output) maupun uang yang masuk (input) harus diatur sedemikian rupa serta dikalkulasi secara cermat.
Riyanto (1982) menyatakan bahwa Return Cost Ratio (R/C Ratio) adalah perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran yang menunjukan penerimaan setiap rupiah biaya.  BEP adalah teknis analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel dan keuntungan dari volume kegiatan, BEP diartikan sebagai suatu keadaan perusahaan di dalam operasinya atau usahanya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian.
2.7.            Pencurahan Waktu dan Kualitas Kegiatan Praktik Kerja
Menurut Susilorini dkk (2009), tenaga kerja merupakan salah satu hal yang terpenting dalam pemaliharaan ternak sapi,  hal tersebut dikarenakan keuletan dan keterampilan dari pekerja sangat diperlukan dalam keberhasilan pemeliharaan sapi perah.  Tenaga kerja sangat berperan penting, apalagi jika perlatan yang digunakan masih manual. Pencurahan waktu pada pemeliharaan sapi perah lebih besar dibandingkan dengan sapi pedaging. Penempatan tenaga kerja juga harus disesuaikan dengan kemampuan tenaga kerja. Karakteristik sapi perah yang bersifat keibuan dan lembut menjadi salah satu yang menjadi pertimbangan bagi pekerja. Sentuhan lembut dari pekerja terhadap ternak yang dipelihara mutlak perlu agar sapi tersebut dapat berproduksi secara maksimal.














III.             MATERI DAN CARA KERJA

3.1.            Materi Praktik Kerja Lapangan
Materi yang digunakan dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan di peternakan Bapak Caca Dusun Lebak Bitung, Desa Mekar Bakti,  adalah:
1.        Sapi perah  Peranakan Frisies Hollstein (PFH), terdiri dari sapi laktasi  3 ekor, sapi yang sedang kering 1 ekor, pedet 2 ekor.
2.        Pakan konsentrat dengan campuran: ampas tahu, konsentrat jadi, jerami cacah
3.        Pakan hijauan berupa rumput gajah dan jerami
4.        Pakan tambahan berupa kulit singkong
5.        Obat-obatan, vitamin, dan perlengkapannya
6.        Bangunan kandang dan perlengkapan.
7.        Perlengkapan penanganan susu.
8.        Sarana dan prasarana pemeliharaan yang mendukung aktivitas produksi.

3.2.            Acara  Kerja Praktik Lapangan
3.2.1.      Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Lapangan meliputi kerja rutin, insidental, dan kegiatan pendukung sebagai berikut :
a.       Kegiatan Rutin :
1.                  Memberi pakan hijauan dan konsentrat.
2.                  Membersihkan kandang sebelum sapi diperah.
3.                  Memandikan sapi pagi dan sore sebelum pemerahan
4.                  Memerah sapi pada pagi dan sore hari.
5.                  Mencuci peralatan pemerahan.
6.                  Pencatatan produksi susu
7.                  Penyetoran susu kekoperasi terdekat
8.                  Mencacah jerami

b.      Kegiatan Insidental  :
1.                  Mengukur luas kandang.
2.                  Mengukur lingkar dada sapi untuk mengetahui bobot badan.
3.                  Penimbangan pakan.
4.                  Uji kadar Lemak dan uji BJ susu.

c.       Kegiatan Pendukung :
1.                  Berdiskusi dengan pegawai KUD Tandangsari.
2.                  Berdiskusi dengan para peternak.
3.                  Membantu pembuatan biogas.

3.3.             Data
3.3.1.      Cara Pengumpulan Data
Data yang diperoleh yaitu data primer dengan cara mencatat langsung, berdiskusi dengan peternak, mengikuti kegiatan dan data sekunder dengan cara melakukan wawancara dengan pegawai KUD.
3.3.2.      Cara Mengolah Data
Pengolahan data menggunakan metode tabulasi dan deskriptif. Metode tabulasi dengan cara memasukkan data ke dalam rumus yang ada sehingga menjadi data yang diolah kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Metode deskriptif dengan cara mengumpulkan data hasil wawancara kemudian diolah menjadi bentuk uraian yang dapat dipahami, untuk menyederhanakan data yang diperoleh dan untuk memperoleh hasil yang mudah dimengerti maka digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
a.         Bobot Badan Sapi Perah Dewasa (Siregar, 1992)
       BB = 601,8-9,033 (LD) + 0,04546 (LD)2          
       BB = Bobot badan (kg)
       LD = Lingkar dada (cm)
b.                  Produksi Susu dalam 4 %  FCM (NRC, 1988)
            FCM  = 0,4 x (Produksi susu) + 15 (Produksi susu x Kadar Lemak)

c.                   Kebutuhan Nutrisi terdiri dari : ( Siregar,1992 )
1.         Kebutuhan Bahan Kering (BK)
                   BK           = 0,08 (Bobot Sapi) 0.65  (Produksi Susu) 0,4
2.         Kebutuhan Protein Kasar (PK)
PK           = Kebutuhan PK Hidup Pokok + (Kebutuhan PK per kg produksi susu x Produksi susu)
3.         Kebutuhan TDN
                   TDN        =Kebutuhan hidup pokok + (Produksi susu x Kebutuhan produksi)
4.         Kebutuhan Kalsium (Ca)
                   Ca            =Kebutuhan Hidup Pokok + (Produksi susu x Kebutuhan Produksi)/ 1000

5.         Kebutuhan Phosphor (P)
                   P              =Kebutuhan Hidup Pokok x( Produksi susu x Kebutuhan Produksi)/ 1000

d.                  Analisis Ekonomi ( Riyanto, 1982 )     
1.    Penyusutan   =
2.            Bunga Modal (BM), (Riyanto,1982)
                   BM  =
3.            R/C Ratio, (Riyanto,1982)
                    R / C =
4.             Rentabilitas Ekonomi (RE), (Riyanto,1982)
                    RE   =
5.               BEP dalam rupiah, (Riyanto,1982)
                    BEP =
6.               BEP dalam Satuan Unit, (Riyanto,1982)
                     BEP =

3.4.            Pelaksanaan Kerja Pratik Lapangan
3.4.1.      Waktu Pelaksanaan
 Kegiatan Praktik Kerja Lapangan ternak perah dilaksanakan selama 1 bulan  mulai dari tanggal 04 Januari  2011 sampai dengan tanggal 02  Febuari 2011.
3.4.2.      Tempat Pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan ternak perah dilaksanakan di peternakan sapi perah milik Bapak Caca di Dusun Lebak Bitung, Desa Mekarbakti,  Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.

IV.             VISUALISASI KEGIATAN


4.1.  Kegiatan Rutin

Keterangan
Pencampuran pakan (ampas tahu, jerami cacah, dan cangkang singkong). pukul 13.00 siang dan pagi harinya pukul 03.00
Memberikan pakan konsentrat, pagi pukul 03.00 dan siang hari pukul 13.00






Membersihkan kandang, pagi pukul 03.30 dan siang hari  pukul 14.00.

Memandikan sapi, pagi pukul 03.30 dan siang pukul 14.00.

Pemerahan dilakukan pagi hari pukul 03.45 dan siang harinya pukul 14.30 WIB.

Memasukkan feces ke tempat pembuatan biogas
Pencatatan susu dilakukan setiap pagi dan sore hari
Membersihkan alat- alat yang telah dipakai dalam kegiatan pemerahan

Pemberian pakan hijauan untuk sapi laktasi 30 kg, dara bunting 20 kg, pedet 7 kg ; dilakukan pagi hari pukul 05.00 dan siang hari pukul 17.00 WIB

Melakukan penyetoran susu ke koperasi susu 3 menit setelah selesai pemerahan yaitu pada pagi pukul 05.00 dan sore pukul 16.00 .

Pembersihan tempat pakan pagi hari pukul 08.00, saat sapi istirahat.

Mencacah jerami yang dimulai pukul 08.00 sampai 11.00 siang.







Kegiatan mencari rumput di ladang pak Caca












4.2.Kegiatan Insidental
Kegiatan melakukan uji lemak dikoperasi dilakukan bordextester. Pengukuran dilakukan menggunakan kadar alkohol 70 persen
Kegiatan melakukan uji BJ dikoperasi menggunakan alat laktodensimeter dengan cara laktodensimeter dimasukkan pada susu yang dihomogenkan dalam gelas ukur, kemudian besar BJ dapat dilihat pada skala laktodensimeter.
Kegiatan melakukan pengukuran kandang
Kegiatan melakukan penimbangan pakan bertujuan untuk mengetahui jumlah setiap pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan sapi berdasarkan umur dan produksinya.
Kegiatan Pengukuran lingkar dada sapi untuk menghitung perkiraan bobot badan sapi agar diketahui kebutuhan nutrien dan jumlah pakan yang diberikan.
Menguburkan pedet yang mati





4.3.Kegiatan Pendukung
Melakukan wawancara dengan petugas KUD tentang pengolahan, harga susu per liter, bagaimana kualitas mutu susu yang baik serta prosedur pengujian susu yang ada di KUD.






Berkunjung ke pabrik pengolahan susu pasteurisasi KSU Tandangsari di kawasan Tanjungsari Sumedang





Sampel susu dari beberapa peternak


V.                DESKRIPSI KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

5.1.       Aspek Keadaan Umum Wilayah Kabupaten/ Kodya
5.1.1.       Kondisi Geografis
Kecamatan Pamulihan merupakan salah satu kecamatan  yang terletak di Kabupaten Sumedang Jawa Barat.  Adapun batas-batas Kecamatan Pamulihan  sebagai berikut:
Sebelah Utara              : Kecamatan Rancakalong
Sebelah Selatan           : Kecamatan Cimanggung
Sebelah Barat              : Kecamatan Tanjung sari
Sebelah Timur             : Kecamatan Sumedang Selatan
            Kecamatan Pamulihan memiliki luas wilayah 40,863 Ha, dengan 880 Ha diantaranya digunakan sebagai lahan pertanian, ketinggian tempat 1500 m dari permukaan laut dan terendah 500 m dari permukaan laut.
5.1.2.      Mata Pencaharian Penduduk
Visi Kecamatan Pamulihan sebagai terwujudnya daerah penopang agribisnis yang didukung oleh masyarakat yang maju, bertaqwa, demokratis berdasarkan hukum serta memiliki ilmu pengetahuan dan mendayagunakan tekhnologi, penuh kemandirian dalam bermotivasi dan berkreasi, mampu membawa masyarakat Pamulihan berpola pikir lebih maju. Infrastruktur penunjang yang ada di desa cukup bagus dengan kondisi jalan yang bagus dan adanya sarana transportasi. Daftar mata pencaharian penduduk Pamulihan dapat dilihat dalam Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk  Kecamatan Pamulihan
No
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa)
%
1
Petani
19.522
36,56
2
Buruh tani
16.822
31,54
3
Pedagang
2.563
4,9
4
Karyawan
1.243
2,5
5
PNS
513
1,1
6
Wiraswasta
7.490
14,1
7
Tidak bekerja
4.903
9,3
       Jumlah

        53.692
100%

5.2.            Aspek Identifikasi Wilayah dan Usaha Peternakan
5.2.1.      Identifikasi Lokasi PKL
Desa Mekar Bakti merupakan salah satu desa dari 11 desa di wilayah Kecamatan Pamulihan yang terletak 4 km arah Timur dari Kantor Camat Pamulihan, dengan suhu rata-rata 27 0 C sampai 28  0 C dan curah hujan 2000 mm/th. Adapun batas-batas desa Mekar Bakti sebagai berikut :
Sebelah Utara              :       Desa Haurngombong dan Cilembu Kec. Pamulihan
Sebelah Selatan           :       Gunung Kaerumbi
Sebelah Barat              :       Desa Sindanggalih Kec. Cimanggu
Sebelah Timur             :   Jalan PUK ( Desa Raharja dan Gunung Manik  Kecamatan Tanjungsari ).
Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Mekar Bakti mayoritas peternak sapi perah, lebih jelasnya dapat dilihat dalam Table 3 sebagai berikut :
Table 3. Mata Pencaharian Penduduk Mekar Bakti
No
Jenis Pekerjaan
Jumlah (orang)
%
1.
2.
Petani
Peternak
350
1.240
16,1
57
3.
Buruh Tani
320
14,6
4.
Pedagang
220
10,1
5.
Pegawai Negeri
48
2,2
Total

2.178
100%

5.2.2.      Identifikasi Usaha Peternakan
            Usaha sapi perah milik Bapak Caca dimulai pada tahun 2006, dan langsung bergabung sebagai anggota KSU Tandangsari. Bapak Caca  mulai beternak hanya memiliki 2 ekor sapi Peranakan Frisien Holland yang diperoleh dari KSU dengan cara kredit. Berkembang dari 2 ekor sapi menjadi 4 ekor sapi dengan membeli 2 ekor sapi dara berumur 1,5 tahun yang sudah siap IB.  Produksi susu sapi perahnya cukup baik, karena pada awal laktasi ada beberapa sapi yang dapat diperah 10 liter sampai 20 liter per ekor per hari. Seluruh hasil susu kemudian disetorkan ke pos susu yang kemudian diangkut ke KSU Tandangsari .
            Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh peternakan sapi perah Bapak  Caca antara lain : bangunan kandang, gudang penyimpanan pakan, konsentrat dan peralatan kandang, sepeda motor, milkcan, sapu lidi, sapu, sikat, ember, pengeruk kotoran, selang air dan fasilitas lainnya. Sarana dan prasarana yang ada di peternakan Bapak Caca sudah cukup baik, sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan baik walaupun masih sangat sederhana.


5.3.             Aspek Pengamatan Bibit
5.3.1.      Bangsa Sapi  Perah
Bibit sapi perah yang di pelihara oleh bapak Caca berasal dari jenis Peranakan Frisien Holland (PFH). Alasan pemilihan sapi perah jenis PFH yaitu berdasarkan pertimbangan ekonomis, mempunyai produksi yang cukup tinggi dan dapat beradaptasi dengan lingkungan setempat. Sifat karakteristik FH adalah berwarna hitam putih, ada juga yang berwarna merah dan putih, merupakan sapi tipe besar dengan berat dewasa betina 540 sampai 580 kilogram dan sapi jantan mencapai 800 kilogram. Produksi susunya dapat mencapai 12.352 liter perlaktasi selama 300 hari dengan kadar lemak 3,7%, di Indonesia rata-rata produksi susu berkisar antara 2500 sampai 3000 kilogram perlaktasi (Hardjosubroto, 1994). Abidin (2002), menyatakan bahwa sapi PFH betina dilahirkan dengan warna bulu putih kecokelatan dan abu-abu. Setelah dewasa warna cokelat berubah jadi hitam gelap, jantan berubah menjadi hitam putih.
 Adapun Ciri-ciri sapi perah betina yang baik menurut Wahiduddin (2008) antara lain: Kepala panjang agak sempit. Leher panjang dan lebarnya sedang, besarnya gelambir sedang dan lipatan-lipatan kulit leher halus. Pinggang pendek dan lebar. Gumba, punggung dan pinggang merupakan garis lurus yang panjang. Kaki kuat, tidak pincang dan jarak antara paha lebar. Badan berbentuk segitiga, tidak terlalu gemuk dan tulang-tulang agak menonjol. Dada lebar dan tulang-tulang rusuk panjang serta lurus. Ambing besar, luas, memanjang kedepan kearah perut dan melebar sampai diantara paha. Produk susu tinggi. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan setiap tahun beranak. Untuk perbedaan sapi perah Peranakan Frisien Holland (PFH) dengan Frisien Holland (FH) yaitu, Peranakan Frisien Holland (PFH) : ukuran badannya lebih kecil, produksi susunya lebih sedikit, dominan warna hitam atau putih tergantung persilangan dan warnanya lebih pudar, PFH  belum tentu jadi sapi perah. Sedangkan untuk sapi perah Frisien Holland (FH) : ukuran badan besar, produksi susunya tinggi, warna hitam atau putih banyak dan warnanya lebih tajam.
Sapi yang dimiliki Bapak Caca sudah mendekati dengan syarat sapi perah yang baik, dan dapat dinyatakan dari bentuk tubuh sapi yang tinggi besar, dengan bobot badan mencapai 486 kg serta produksi susu rata-rata 14 liter per hari. Hal ini sudah baik mengingat Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa seekor sapi dengan karakteristik perah yang baik akan menampilkan fungsi produksi susu dan lemak susu untuk jangka waktu yang panjang dan  lama. Bobot badan rata-rata yang ada adalah sekitar 490 kg perekor dengan produksi rata-rata  perekor perhari 12 liter.

5.4.            Aspek Pemberian Pakan
5.4.1.      Pakan dan Pemberiannya.
Faktor yang menentukan keberhasilan sapi perah yaitu pemberian pakan.   Pakan yang di berikan di peternakan milik Bapak Caca berupa hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 1998). Hijauan yang digunakan adalah rumput gajah yang didapatkan dari lahan milik sendiri dan jerami. Konsentrat yang digunakan terdiri dari konsentrat jadi,  ampas tahu, jerami cacah, kulit singkong  dan mineral. Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998). Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi- umbian.
Pemberian pakan dilakukan empat kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 03.00 WIB untuk pemberian konsentrat dan pukul 05.00 WIB pemberian hijauan,  siang  pukul 13.00 WIB untuk pemberian konsentrat dan sore hari pukul 17.00 WIB pemberian hijauan. Suwarsono (1992), berpendapat bahwa dalam pemberian pakan kosentrat sebaiknya diberikan pada saat pagi dan sore hari.
Hijauan diberikan kepada ternak dalam bentuk segar dengan perbandingan pemberian hijauan dan konsentrat 60 : 40. Hal ini sudah baik mengingat pendapat Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60 : 40 (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55 : 45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64 : 36 (Siregar 2008).
Pemberian air minum diberikan secara adlibitum sehingga sapi tidak pernah mengalami kehausan dan penambahan air minum pada tempat minum dua kali sehari. Hal tersebut sudah baik mengingat pendapat Rasyaf (2004), menyatakan bahwa air merupakan komponen yang sangat penting untuk metabolisme tubuh, apabila ternak kekurangan air maka akan terjadi dehidrasi dan akan berakibat fatal bagi produktivitas ternak. Kebutuhan pemberian pakan sapi laktasi, sapi bunting dan pedet dapat dilihat di Tabel 4 sebagai berikut:
  Tabel  4. Pemberian Pakan Sapi Perah Laktasi, Dara Bunting, dan Pedet   Umur 4-6 Bulan

No
Bahan Pakan
Jumlah pemberian (Kg)/ekor/hari
Laktasi
Dara bunting
Pedet
1.
Rumput gajah segar
30
20
7
2.
Konsentrat jadi
6
6
4
3.
4.
5.
Ampas tahu
Cacahan Jerami padi
Kulit Singkong
6
4
4
5
4
3
3
2
-
6.
Mineral
0,01
0,01
0,06

Pemberian pakan pada sapi laktasi lebih banyak karena mengingat pendapat dari Sudono dkk (2004), mengemukakan bahwa sapi perah yang sedang menyusui ( laktasi ) meemerlukan makanan tambahan sekitar 25% hijauan dan kosentrat didalam ransum.

5.4.2.      Pemberian Nutrisi Sapi Perah Laktasi Berdasarkan Perhitungan BK, PK, TDN, Ca, dan P.

Tabel  5. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Sapi Perah
Bahan Pakan
BK (%)
PK (%)
TDN (%)
Ca (%)
P (%)
Rumput Gajah
22,22
8,7
52,4
0,48
0,35
Konsentrat Jadi
82,26
12,07
70,26
2,00
0,67
Ampas Tahu
14,6
30,3
77,9
-
-
Jerami Padi
87,5
4,2
43,2
0,42
0,30
Mineral Mix
88,72
-
-
20,6
2,23
Kulit Singkong
30,6
6,6
73,1
0,33
0,21
Sumber : Siregar ( 1990 )
Tabel 6. Perhitungan Kebutuhan Nutrisi Untuk Sapi Perah dengan Bobot Badan 486,6 kg Produksi Susu 14,65 Liter, Kadar Lemak: 3,6  persen ( dari sampel bobot sapi perah laktasi yang bobot badan paling besar no.3 )

HIDUP POKOK
BK (kg)
PK (kg)
TDN (kg)
Ca (gram)
P (gram)
Kebutuhan
13,06
1,56
7,85
6,72
3,95


Tabel  7.  Perhitungan Evaluasi Kecukupan Nutrient Berdasarkan Bahan
                            Pakan untuk Mengetahui Kebutuhan BK, PK, TDN, Ca, dan P

Bahan
BK (kg)
PK (kg)
TDN (kg)
Ca (kg)
P (kg)

Rumput gajah 30 kg
6,66
0,58
3,48
0,031
0,023

Konsentrat jadi 6  kg
4,93
0,59
3,46
0,09
0,03

Ampas tahu  6       kg
0,87
0,26
0,67
-
-

Jerami padi  4        kg
3,5
0,14
1,51
0,014
0,015

Mineral mix 0,01  kg
0,001
-
-
0,002
0,001

Kulit singkong  4   kg
1,22
0,08
0,89
0,04
0,02

Jumlah pemberian
17,18
1,64
10,01
0,177
0,089

Kebutuhan
13,06
1,56
7,85
0,067
0,039



Berdasarkan Tabel 7. diatas untuk BK, PK, dan TDN untuk sapi laktasi dengan bobot badan  486,6 kg sudah tercukupi, dilihat dari selisihnya yang menunjukan antara kebutuhan dan asupan yang terkonsumsi sudah tercukupi bahkan melebihi dari kebutuhan.




5.5.            Aspek Tatalaksana
5.5.1.      Pemeliharaan
1.   Tatalaksana Pemeliharaan Pedet
Peternakan Bapak Caca memiliki 2 ekor pedet. Umur pedet antara 4-6 bulan. Peternakan sapi perah Bapak Caca hanya memelihara pedet betina sampai dewasa untuk dijadikan indukan, sedangkan pedet jantan akan dijual.
Pemeliharaan pedet di Peternakan milik Bapak Caca, sebelum  sapi induk melahirkan, lantai kandang diberi jerami terlebih dahulu. Siregar (1992) menyatakan bahwa, apabila pedet yang baru  lahir belum dapat bernafas, harus segera diberi pertolongan caranya adalah dengan menelentangkan pedet sedemikian rupa sehingga kaki-kakinya menghadap ke atas,  kemudian kedua kaki depannya dipegang dan digerak-gerakkan dengan serentak ke atas dan ke bawah berkali-kali sampai terlihat tanda-tanda bernafas.
 Penanganan pedet yang baru lahir yaitu dengan cara membersihkan tubuhnya terutama lendir-lendir yang menempel di daerah badan bagian hidung dan mulut dengan menggunakan kain atau lap basah, tujuannya agar ternak dapat bernafas dan tali pusar harus segera di potong kurang lebih 10 cm, dan diberi yodium. Pedet diletakkan di depan induk agar dijilati oleh induk selama 15 menit, setelah induk menjilati sampai bersih, pedet langsung dipisahkan dengan induknya. Hal ini sesuai dengan Blakely dan Bade (1991), menyatakan bahwa tali pusar yang baru dipotong dan diberi yodium tinctur untuk mencegah masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui tali pusar.  Pedet ditempatkan di kandang tersendiri dengan lantai kandang diberi jerami agar hangat. Pedet yang baru lahir segera diberikan kolostrum, karena kolostrum mengandung zat kebal immuno lactoglobilin yang diberikan selama tujuh hari setelah dilahirkan. Jumlah susu yang di berikan pada pedet jantan sekitar seper delapan dari bobot badan. Sedangkan untuk pedet betina sepersepuluh dari bobot badan (Soedono 1990). Jumlah pemberian pakan pada pedet  dapat dilihat pada Tabel 4.
2.   Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Laktasi
Sapi perah mulai laktasi setelah sapi itu melahirkan, pemeliharaan sapi perah laktasi pada peternakan Bapak Caca meliputi membersihkan kandang, membersihkan tempat pakan, memandikan, pemberian pakan dan minum serta pemerahan. Sebelum dilakukan pemerahan, lingkungan sekitar kandang dibersihkan dari kotoran, ekor diikat, ambing dicuci dengan air hangat dan puting diolesi dengan krim khusus sebagai pelicin untuk mencegah terjadinya lecet pada puting saat diperah, sehabis diperah ambing dicuci lagi dengan air hangat dan dibersihkan dengan kain lap yang bersih. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soedono (1990) menyatakan bahwa sapi yang sedang berproduksi hendaknya dibersihkan dan dimandikan supaya menghasilkan susu yang lebih bersih dan sapi lebih sehat. Kegiatan memandikan sapi yang baik adalah sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari selama diadakannya pemerahan.
            Pemerahan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 03.30 WIB dan pukul 14.30 WIB. Pemerahan dilakukan secara manual dengan sistem whole hand dan diakhiri stripping. Pemerahan susu dilakukan dalam kondisi apuh atau pemerahan sampai susu di ambing habis, hal tersebut dilakukan agar susu yang diperah pada ambing tidak tersisa sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya mastitis pada sapi yang diperah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Syarif dan Sumoprastowo (1990) yaitu bahwa metode pemerahan yang baik adalah whole hand karena puting tidak akan menjadi panjang dan susu yang keluar dapat lebih banyak. Metode stripping pada awal pemerahan ditujukan agar air susu di dalam cistern atau rongga susu dapat turun ke bawah. Sedangkan pada akhir pemerahan untuk mengeluarkan sisa-sisa susu yang masih terdapat pada puting guna mencegah terjadinya mastitis. 
3.   Pemeliharaan Sapi Kering
Pengeringan merupakan suatu masa yang penting bagi sapi perah dalam arti pemberian pakan dan perawatan. Pemberian masa kering yang cukup dapat meningkatkan body condition score (BCS) sebagai petunjuk praktis status energi tubuh pada ternak yang akan digunakan pada awal laktasi sebagai akibat terjadinya negative energi balance. Sapi perah yang dikeringkan kira-kira berumur 7 bulan kebuntingan dan selama PKL sudah tidak diperah lagi.
Cara pengeringan yaitu pemberian pakan konsentrat dikurangi, kemudian pada saat pemerahan sapi diperah dengan cara berselang. Satu hari diperah dan satu hari tidak diperah, dan seterusnya sampai dua hari sekai, lima hari sekali sampai sapi benar-benar kering.  Sesuai dengan pendapat Soedono, (1990) menyatakan bahwa masa kering ideal yaitu 8  sampai  9 mingggu atau 56  sampai  63 hari. Sapi perah yang dikeringkan pada saat  PKL yaitu sapi No. 4 .



5.5.2.      Reproduksi
Sapi perah tempat praktik kerja pertama kali dikawinkan pada umur 16-18 bulan. Perkawinannya dilakukan dengan menggunakan inseminasi buatan (IB) dan perkawinan alami. Umur kawin sudah sesuai dengan pendapat Bearden dan Fuquay (l997) sapi dari bangsa perah seharusnya mencapai berat kawin pertama pada umur 15 bulan sehingga saat beranak kira-kira umur 24 bulan, sebaiknya sapi perah dikawinkan pertama kali ketika berat badannya 272 kilogram.
Pelaksanaan IB dilakukan oleh petugas Inseminasi dengan sistem aktif artinya inseminator menjalankan tugas jika ada peternak yang melaporkan sapinya menunjukkan gejala birahi. Alasan peternak melakukan perkawinan dengan sistem IB adalah karena semen pejantan yang dipelihara kurang bagus dan tingkat keberhasilannya rendah. IB bertujuan untuk  mendapatkan keturunan yang mempunyai produksi tinggi dan lebih efektif dibandingkan dengan perkawinan alami. Keberhasilan bunting dipengaruhi oleh kualitas semen yang secara langsung dipengaruhi oleh proses penanganan dan penyimpanannya (Bearden dan Fuquay , 1997).
Birahi ternyata bertepatan dengan perkembangan maksimum folikel-folikel ovarium. Manifestasi psikologis birahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu estrogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pada sapi betina seringkali terjadi birahi tenang semua fenomena histologis dan fisiologis yang normal dapat teramati, termasuk ovulasi tetapi respon untuk perkawinan tidak tampak, untuk beberapa individu, kebutuhan estrogen mungkin lebih besar dibanding yang lainnya dan birahi tenang mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam mensekresi estrogen dalam jumlah yang cukup besar untuk menimbulkan respon perkawinan. Tanda-tanda sapi birahi antara lain vulva nampak lebih merah dari biasanya, bibir vulva nampak agak bengkak dan hangat, sapi nampak gelisah, ekornya seringkali diangkat bila sapi ada dipadang rumput sapi yang sedang birahi tidak suka merumput, kunci untuk menentukan yang mana diantara sapi-sapi yang saling menaiki tersebut birahi adalah sapi betina yang tetap tinggal diam saja apabila dinaiki dan apabila didalam kandang nafsu makannya jelas berkurang, pada sapi dewasa laktasi tidak jarang produksi susunya turun (Soetarno, 2003).
 Di peternakan Bapak Caca seekor sapi perah memerlukan 1 sampai 3 kali IB agar menjadi bunting. Setelah 2 bulan di IB kemudian dilakukan deteksi kebuntingan oleh peternak atau inseminator.  Peternak mendeteksi kebuntingan dengan melihat apakah sapi yang diinseminasi birahi lagi atau tidak, jika sapi tersebut tidak lagi birahi selama dua bulan setelah inseminasi maka peternak menyimpulkan bahwa sapi tersebut bunting. Palpasi rectal pada sapi dilakukan dengan meraba uterus melalui rektum rectal untuk mengetahui perkembangan fetus bila terjadi kebutingan. Metode ini dilakukan pada masa awal kebuntingan hasilnya, cukup akurat dan dapat diketahui segera (Hafez, 1993).
Sapi dikawinkan kembali 30 - 60 hari setelah beranak sehingga calving intervalnya antara 300 – 330 hari. Sedangkan untuk masa laktasi dihitung mulai dari hari ke empat sampai dengan hari ke 309 setelah beranak.



5.5.3.      Perkandangan  
Kandang bersebelahan dengan perumahan penduduk, kandang juga terletak sekitar 10 m dari jalan.  Jarak antar kandang yaitu 10 m. Hal ini kurang baik mengingat pandapat Syarif dan Somoprastowo (1990) yang menyatakan bahwa lokasi kandang tidak boleh berdekatan dengan perumahan rakyat sebab akan menimbulkan masalah sosial yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat, masalah yang menyangkut kesehatan masyarakat sekeliling, namun demikian karena peternakan merupakan peternakan rakyat tidak diperhatikan, karena yang berdekatan dengan rumah penduduk juga tidak hanya peternakan bapak Caca tetapi banyak peternakan yang lain. Tetapi alangkah baiknya jika lokasi kandang tersebut jauh dari pemukiman penduduk sehingga tidak mengganggu kesehatan masyarakat.
Arah kandang membujur dari Selatan ke Utara sehingga sinar matahari pagi dan sore yang masuk dapat menerangi kandang yang berguna untuk mengurangi kelembaban dan menghambat tumbuhnya mikroorganisme dan dengan arah kandang tersebut membuat aliran udara menjadi lancar. Tipe kandang yang digunakan adalah kandang  konvensional dengan tipe satu baris.  Lantai kandang terbuat dari semen hal ini supaya tidak terlalu licin dan kuat untuk menahan bobot sapi, kemiringan lantai sekitar 2,28 0 sehingga kotoran mudah dibersikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Prihatman (2000) yang menyatakan lantai jangan terlalu licin dan terlalu kasar serta dibuat miring ( 3 cm). Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari semen, dialasi dengan karpet sebagai alas kandang yang hangat dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Hal ini didukung oleh pendapat Sugeng (1993) bahwa lantai kandang yang terbuat dari semen berfungsi untuk memudahkan peternak dalam membersihkan dan membuang kotoran.
Kandang untuk sapi laktasi, sapi bunting dan sapi dara digabung dalam satu kandang yaitu kandang utama, sedangkan untuk kandang pedet dipisah. Hal ini untuk mempermudah perawatan dan mempersingkat kandang biar lebih efisien. Tempat pakan, minum dan konsentrat untuk sapi laktasi, dara dan sapi kering berbentuk bak yang terbuat dari bahan semen sedangkan tempat pakan untuk pedet berbentuk bak yang terbuat dari kayu, tempat minum dan konsentrat menggunakan ember. Saluran air pembuangan kotoran pada kandang milik Bapak Caca berukuran panjang 10 m, lebar 20 cm dan kedalaman 15 cm.  Ukuran saluran air pembuangan kotoran yang baik adalah dengan ukuran lebar 30 sampai 40 cm dengan kedalaman 20 sampai 25 cm.
5.5.4.        Produksi  
            Produksi utama dari usaha sapi perah adalah susu segar. Susu segar adalah susu hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang tidak dikurangi atau ditambah dengan komponen lainnya serta dapat dimakan atau digunakan sebagai  bahan  makanan  yang  sehat secara  kontinyu. Sedangkan produksi sampingan berupa penjualan pedet dan kotoran (feses). Gunawan (1992), mengatakan bahwa manfaat peternakan sapi perah yang utama adalah sebagai penghasil susu, serta hasil sampingan dapat berupa pupuk kandang yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan organik bagi lahan pertanian.
Susu hasil pemerahan yang sudah dimasukkan kedalam milk can dibawa ke koperasi dan selanjutnya dilakukan uji berat jenis dan uji lemak.  Pengujian yang dilakukan oleh koperasi bertujuan untuk mengetahui susu yang telah disetorkan murni atau telah ditambah dengan bahan-bahan lain misalnya air atau santan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa, uji susu penting artinya dan harus dikerjakan untuk menghindari pemalsuan atau sebab-sebab lain yang mengakibatkan susu tidak murni, sehingga diperoleh mutu susu yang baik. Umumnya sapi perah produksi susu optimal terjadi pada bulan laktasi ke 3 atau 4. Adapun prosedur pengujian kualitas mutu susu sebagai berikut :
1.       Uji Berat Jenis
Pengujian berat jenis menggunakan alat Laktodensimeter dengan cara, susu yang akan diuji dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian dihomogenkan, kemudian laktodensimeter dimasukan ke dalam susu tersebut, sedangkan besar BJ dapat dilihat pada skala Laktodensimeter.
2.      Uji  Lemak
Uji lemak dilakukan dengan menggunakan alat bordextester. Sampel susu diambil kemudian dilihat apakah terdapat butiran atau lemak yang menempel pada gelas bordextester. Penggukuran dilakukan dengan menggunakan kadar alkohol 70 persen.
Jumlah sapi laktasi di peternakan Bapak Caca adalah 3 ekor.  Produksi susu sapi perah selama satu bulan pada waktu PKL rata- rata sebanyak 32.65 liter dengan produksi rata-rata 14.65  liter per ekor per hari. Berdasarkan hasil uji kualitas susu yang dilakukan di TPS diperoleh hasil uji kualitas susu sudah sesuai dengan milk codex. hasil kadar lemak 3,6 persen dan dengan berat jenis 1,023.  Kualitas susu yang diperoleh sangat menentukan tinggi rendahnya harga susu, tergantung pada kadar lemak dan BJ. Semakin tinggi kadar lemak dan BJ semakin tinggi pula harga susu karena tingginya kadar lemak menandakan susu berkualitas baik.
Sesuai dengan pendapat Soedono (1990) menyatakan hasil produksi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan komposisi susu antara lain: genetik atau sifat keturunan, lama bunting, panjang masa laktasi, lama masa kering, besarnya sapi, birahi, umur, frekuensi pemerahan dalam sehari, kecukupan pakan, dan kesehatan ternak.
5.6.       Aspek Kesehatan
             Kebersihan kandang di peternakan milik Bapak Caca sudah cukup baik karena kandang dan lingkungannya dibersihkan setiap hari. Pembersihan kandang rutin dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit, yaitu dengan cara feses atau kotoran dibuang setelah itu kandang disiram dengan air sampai bersih dan lingkungan sekitar juga dibersihkan, untuk peralataan juga sudah dilakukan pembersihan dengan baik, seperti ; drum susu, ember dan saringan selalu dicuci bersih pada waktu akan digunakan dan setelah digunakan. Penyimpanan peralataan juga ditempatkan di tempat yang bersih. Wiharto (2000), menjelaskan bahwa upaya untuk pencegahan dan pengobatan panyakit pada sapi perah yang paling utama adalah sanitasi dan disinfektan karena sanitasi merupakan ujung tombak yang tidak bisa untuk diabaikan dalam suatu usaha peternakan. Kusnadi (2006), berpendapat bahwa untuk program sanitasi pada pemeliharaan intensif sapi-sapi harus dikandangkan sehingga memudahkan dalam pengawasannya.
            Program kesehatan pada peternakan sapi perah dijalankan secara teratur, terutama di daerah-daerah yang terjadi penyakit menular, hendaknya dilakukan vaksinasi secara teratur sebagai upaya pencegahan penyakit menular. Penyakit yang sering menyerang ternak perah seperti kembung perut yaitu yang berisi gas. Penyebab utama penyakit ini adalah kesalahan cara pemberian pakan pada pagi hari, kondisi perut kosong serta nafsu makan yang besar, nantinya akan mengakibatkan rumen kekurangan waktu untuk  beradaptasi. Sebagian besar penyebab kembung perut adalah proses pencernaan oleh mikroorganisme, pemberian probiotik terutama pada sapi muda dapat membantu mengurangi gejala penyakit ini.
            Penyakit kembung dipicu oleh kegagalan tubuh dalam mengeluarkan produk berupa gas yang berasal dari proses pencernaan didalam lambung. Adanya penyumbatan disalah satu saluran pengeluaran atau konsumsi bahan pakan yang terlalu banyak. Ketidakmampuan menghilangkan gas yang dihasilkan rumen Gas : murni atau tercampur makanan (lambung berbuih/frothy bloat), terlalu banyak konsentrat yang mengandung pati. Zat yang terkandung dalam  tanaman segar dinamakan saponin, suatu zat yang berbuih seperti sabun. Ciri-ciri penyakit kembung yaitu Perut pada bagian kiri atas terlihat membesar dan jika diraba terasa cukup keras, atau bila ditepuk akan terasa seperti ada udara dibaliknya, dan berbunyi seperti tong kosong. Sapi yang menderita kembung perut akan tampak gelisah, sering menghentakkan kaki atau berusaha mengais-ais perutnya, sapi mengalami kesulitan untuk bernafas atau sering  bernafas melalui mulut (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
            Penanganan kesehatan di peternakan Bapak Caca dilakukan dengan cara tradisional yaitu sapi diurut punggungnya sampai mengeluarkan kotoran dan diberi ramuam tradisional seperti kunyit untuk antibiotik dengan lembut  untuk diambil airnya dan diminumkan ke sapi yang kembung. Selama  praktik kerja lapangan selain penyakit kembung yang menyerang ada satu ekor sapi yang terkena penyakit mastitis. Sapi yang terkena mastitis, mastitis adalah peradangan ambing. Sapi perah laktasi yang terinfeksi mastitis bakterial, mula-mula ditandai dengan perubahan susu. Susu berubah menjadi encer dan pecah dengan uji alkohol, susu bergumpal dan kadang-kadang bercampur darah ataupun nanah.  Tanda-tanda selanjutmya adalah  ambing panas, membengkak, dan meradang, nafsu makan menurun, sehingga kondisi tubuh menurun dan produksi susu mengalami penurunan (Siregar, 1995).
Penyakit mastitis di peternakan milik Bapak Caca yaitu karena Cara pemerahan yang kurang baik, cara pemerahan yang baik yaitu tidak boleh melebihi 10 menit, dan harus sampai ampuh. Cara pengobatan  menggunakan obat pabrik berbentuk krim dioleskan pada ambing, atau diberi ramuan tradisional seperti sabun colek dioleskan keambing, daun pisang , daun katuk, garam, air hangat semuanya digerus sampai lembut dan dibalurkan keambing setiap hari  yang terkena mastitis. Setelah rutin diobati selama beberapa minggu sapi biasanya akan sembuh.
            Sapi perah yang mudah terkena penyakit akan memerlukan pengobatan dan akibatnya mempertinggi biaya produksi, oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah mencegah penyakit dengan upaya pemeliharaan yang baik. Hal tersebut dapat dilakukan apabila mengetahui jenis-jenis penyakit, gejala-gejala dan cara pencegahannya.
5.7.        Aspek Penanganan Limbah
Limbah adalah suatu bahan sisa dari suatu proses produksi atau aktivitas manusia yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Pada industri pertanian, terutama subsektor peternakan, limbah menjadi salah satu hal penting yang harus dipikirkan penanggulangannya, karena dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak dikehendaki. Limbah peternakan sebagian besar berupa bahan organik.  Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan sapi terdiri dari limbah sisa pakan, urine sapi dan feses sapi atau secara umum terbagi menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dari usaha peternakan sapi terutama feses sapi merupakan limbah terbesar yang dihasilkan dari usaha tersebut.
Limbah yang dihasilkan di peternakan Bapak Caca merupakan hasil sampingan dari usaha tersebut, sedangkan produksi susu merupkan hasil utama. Limbah sapi berupa feses tidak dibuang, akan tetapi dikumpulkan untuk biogas. Feses tesebut ditampung terlebih dahulu di tempat saluran biogas berupa corong berbentuk ember, setelah itu dicampurkan air dan diaduk, setelah feces menyatu dengan air barulah sumbatan dari saluran biogas tersebut dibuka untuk memasukkan feces bercampur air tersebut ke dalam kubah biogas. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono, (1992) bahwa Limbah dari ternak dapat mendatangkan keuntungan yang berpotensi apabila dikelola dengan baik.
5.8.       Aspek Pemasaran dan Analisis Ekonomi
5.8.1.      Distribusi Pemasaran
            Pemasaran (Marketing) adalah kegiatan ekonomi yang mencakup arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Untuk mendapatkan harga yang layak peternak harus mengikuti perkembangan harga pasar sehingga peternak juga dapat menikmati keuntungan dari naiknya harga pasar dan dapat mengantisipasi bila terjadi penurunan harga.
Daerah Kabupaten Sumedang merupakan sentra pusat susu di wilayah Jawa Barat. Harga susu di daerah kecamatan Pamulihan adalah  Rp 2.876,00 per liter. Jalur pemasaran susu yaitu dari peternak kemudian kepengepul   ( koperasi ) lalu disalurkan ke industri pengolahan susu ( IPS ) di KUD Tandangsari,  setelah itu  Susu dijual ke konsumen-konsumen yang berada di daerah Jakarta ( Ultra, Indomilk), Bandung (Indolakto), Sukabumi dan  sekitarnya dan sisanya dijual ke KSU yang berada di Kecamatan Tandangsari. Masalah yang terdapat dalam pemasaran adalah rendahnya harga susu menyebabkan peternak rugi karena input dan output tidak seimbang, untuk mengatasi hal tersebut peternak mengurangi biaya input, dengan cara memberi pakan sapi dengan alternatif bahan pakan yang lebih murah.
Jalur pemasaran untuk ternak yang akan dijual yaitu melalui jagal terus bandar ternak dipasarkan ke Bandung, Subang, Pancalengka dan tempat- tempat yang kosong atau yang membutuhkan. Cara menentukan harga yaitu dengan cara uji daging per kg dipasaran, biasanyan untuk harga pedet sekitar Rp 2.000.000,00 per ekor, harga dara sekitar 4.000.000,00 per ekor, harga sapi bunting sekitar 7.000.000,00,dan  harga pejantan sapi PFH sekitar Rp 12.000.000,00, dan untuk ternak afkir yaitu dilihat dengan uji bibit.
Masalah yang sering dihadapi peternak dalam pemasaran yaitu karena ternak yang akan dijual biasanya dalam keadaan cacat, terkena mastitis, menyebabkan pemasaran tidak lancar, dan akibatnya sapi yang seharusnya harganya tinggi menjadi rendah, oleh sebab itu para Bandar biasanya memanfaatkan keadaan seperti itu. Pada prinsipnya pemasaran mencakup beberapa kegiatan seperti, distribusi, promosi dan transaksi. Distribusi merupakan kegiatan memindahkan barang dari produsen kekonsumen. Mengingat produk sapi perah merupakan produk yang mudah rusak, maka proses pengangkutan dan penyimpanannya harus dilakukan dengan cermat
5.8.2.      Analisis Ekonomi
Analisa usaha sapi perah pada prinsipnya ditujukan untuk mencapai keuntungan yang maksimal dengan cara pengelolaan yang sebaik-baiknya. Keuntungan usaha sapi perah seperti usaha komersil lainnya ditentukan oleh besarnya biaya produksi disuatu pihak dan penerimaan dipihak lain. Produksi utama dari pemeliharaan sapi perah adalah susu, sehingga biaya produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sejumlah susu. Biaya-biaya tersebut pada umumnya terdiri dari pakan, tenaga kerja, bangunan kandang, peralatan, obat-obatan, pajak, sumber air, dan transportasi. Biaya produksi dapat berupa biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel (Siregar,1990).
            Hasil perhitungan selama PKL di peternakan sapi perah milik Bapak Caca, diperoleh penerimaan sebesar Rp 3.150.088.4 dan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp  2.575.450,00 sehingga keuntungan dapat tercapai sebesar Rp 574.638,4. Produksi susu rata- rata sebanyak 32.65 liter dengan harga Rp 2.876 per liter. Return Cost Ratio atau R/C Ratio sebesar 1,22  dan itu  berarti peternakan tersebut boleh dikatakan efisien, karena angka R/C Ratio lebih dari satu. Riyanto (1999) menyatakan bahwa Return Cost Ratio atau R/C Ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran yang menunjukan penerimaan setiap rupiah biaya. R/C Ratio 1,22  berarti setiap pengeluaran Rp 1,00 akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 1,22.
Rentabilitas yang didapatkan berdasarkan hasil perhitungan dari data yang ada, didapatkan hasil rentabilitas dari peternakan sapi perah milik Bapak Caca adalah sebesar 1,06 % Riyanto (1982), menyatakan bahwa semakin tinggi nilai rentabilitas ekonomi berarti semakin efisien usaha yang diperoleh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha tersebut sudah efisien.
Analisa Break Even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan,  oleh karenanya analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya kentungan-volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut “Cost-Provit-Volume analysis”. Break Even Poin  itu sendiri adalah suatu keadaan dimana jumlah biaya totalnya sama besarnya dengan penghasilannya sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian (Riyanto, 1982). Besarnya Break Even Poin (BEP) yang diperoleh dalam satuan rupiah adalah sebesar Rp 2.496.832,84 dan BEP dalam satuan produk adalah sebesar  868.16  liter. Dari perhitungan BEP di atas, berarti titik impas usaha dicapai ketika produksi susu mencapai rata- rata 32,65  liter atau pada level harga jual susu per liter Rp 2.876,00. Berarti peternakan sapi perah milik Bapak Caca  layak untuk diteruskan.
5.9.       Aspek  Pencurahan Waktu dan Kualitas Kegiatan Praktik Kerja.
5.9.1.      Para Pekerja Farm Dan Peserta PKL
Pekerja farm atau petugas  kandang sebanyak 2 orang yaitu dilakukan oleh Bapak Caca sendiri dengan istrinya . Bapak Caca dan istrinya merupakan pekerja yang sudah lama mengurus sapi-sapi tersebut. Untuk pencurahan waktu  kerja per hari dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Pencurahan Waktu Kerja Peserta Praktik Kerja Lapangan
No.
Waktu
Curahan waktu kerja
1.
2.
3.
Pagi
Siang
Sore
Jam 03.30 sampai jam 05.00
Jam 09.00 sampai jam 12.00
Jam 15.00 sampai jam 17.00


VI.       EVALUASI KEBERHASILAN KEGIATAN USAHA PEMELIHARAAN SAPI PERAH


6.1   Skor Likert Hasil Evaluasi Keberhasilan Kegiatan Usaha Pemeliharaan.
No
Aspek yang dievaluasi
Rincian Evaluasi
Skor
1
Keadaan Umum Wilayah
Sumedang
Kondisi Geografis
2
Sejarah Eksistensi Ternak
2
Mata pencaharian penduduk
2
Prospek Usaha
3
Potensi Pasar dari Bisnis Komoditas Ternak Perah
3
2
Identifikasi Lokasi dan Usaha Peternakan
Identifikasi Lokasi
2
Identifikasi Usaha Peternakan
3
3
Pengamatan Bibit


4
Pemberian Pakan
Kegiatan dalam pemberian pakan
3
Perhitungan kebutuhan nutrisi
3
5
Tatalaksana
Perkandangan
3
Pemeliharaan
3
Reproduksi
3
6
Produksi dan Performan / Standar
Produksi
3
Performa/Standar
3
7
Kesehatan
Pengendalian Penyakit
2
Usaha pengobatan
2
Program Karantina
2
Mortalitas
2
8
Penanganan Limbah
Identifikasi limbah
2
Manajemen Pengelolaan Limbah
2
Manajemen Pengolahan Limbah
2
9
Pemasaran dan Analisis Ekonomi
Distribusi Pemasaran
3
Analisis Ekonomi
3
10
Pencurahan Waktu dan Kualitas Kegiatan Praktik Kerja
Para Pekerja Farm
3
Peserta Praktik Kerja
3
Keterangan : 1 = baik, 2 = cukup baik, 3 = kurang baik.

6.2. Deskripsi Hasil Evaluasi Keberhasilan Kegiatan Usaha Pemeliharaan
Lokasi praktek kerja lapangan materi ternak sapi perah,  di Dusun Lebak Bitung, Desa Mekar Bakti Kecamatan Pamulihan  Kabupaten Sumedang. Lokasi geografis praktek kerja lapangan mempunyai suhu rata-rata 27 – 28  0 C dan curah hujan 2000 mm/thn. Pemilik peternakan Sapi perah bernama Bapak Caca Librata. Sejarah ekstensi ternak Sapi perah  milik bapak Caca memulai usaha pada tahun 2006 dengan populasi awal hanya 2 ekor sapi perah . Jenis sapi perah yang dipelihara sapi peranakan Fries Holland (PFH). Kegiatan dalam pemberian pakan sudah baik karena waktu pemberian pakan sudah terjadwal dengan baik yakni pagi jam 03.30 pemberian konsentarat dan pukul 05.00 WIB pemberian hijauan. Siang jam 13.00 pemberian konsentrat dan pukul 17.00 pemberian hijauan. Sistem perkandangan untuk sapi perah milik bapak Caca menggunakan sistem konvensional  dan lantai lemprakan terbuat dari semen dengan kemiringan 3,98°. Produksi susu rata - rata 32,65 liter perhari . Ternak yang sakit diobati dan diberi beberapa jenis vitamin. Penanganan limbah kotoran sapi perah sudah cukup baik. Limbah kotoran sapi perah pada peternakan bapak Caca diolah menjadi pupuk organik. Susu dijual dengan harga Rp 2.876,00 per liter. Susu dijual ke KSU susu di wilayah Sumedang, lalu kemudian disalurkan ke Industi Pengolahan Susu (IPS). Analisis yang didapatkan selama praktik kerja lapangan yaitu untung sekitar Rp 574.638,4 perbulan. Pencurahan waktu kerja peserta praktek kerja lapangan dan pekerja farm sudak baik, karena jadwal kegiatan sudah terencana dan terjadwal.
6.3.       Solusi Temuan Masalah Hasil Evaluasi Keberhasilan Kegiatan Usaha Pemeliharaan
No
Aspek yang dievaluasi
Rincian Evaluasi
Nilai
1.
Keadaan Umum Wilayah Kabupaten/ Kodya
Kondisi Geografis
Baik
Sejarah Eksistensi Ternak
Cukup
Mata Pencaharian Penduduk
Baik
Prospek Usaha
Cukup
Potensi Pasar dari Bismis Komoditas Ternak Perah
Cukup
2.
Identifikasi lokasi dan Usaha Peternakan
Identifikasi Lokasi
Baik
Identifikasi Usaha Peternakan
Baik
3.
Pengamatan Bibit

Baik
4.
Pemberian Pakan
Kegiatan dalam Pemberian Pakan
Cukup
Pemberian Pakan Berbagai Umur
Cukup
5.
Tatalaksana
Pemeliharaan Reproduksi
Cukup
Perkandangan  
Baik
Produksi dan Pemeraham
Baik
6.
Kesehatan
Pengendalian Penyakit
Cukup
Usaha Pengobatan Program Karantina
Tidak
Mortalitasa
Cukup
7.
Penanganan Limbah
Identifikasi Limbah
Baik
Manajemen Pengelolaan Limbah
Baik
Manajemen pengolahan Limbah
Cukup
8.
Pemasaran dan Analisis Ekonomi
Distribusi Pemasaran
Cukup
Analisis Ekonomi
Baik
9.
Pencurahan Waktu dan Kualitas Praktik Kerja
Para Pekerja farm
Peserta Praktik Kerja
Baik



VII.          KESIMPULAN DAN SARAN

7.1               Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan Ternak Perah KSU Tandangsari di peternakan milik Bapak Caca dapat disimpulkan bahwa.
1.      Bibit yang di pelihara cukup baik karena berasal dari jenis peranakan Frisien Holland (PFH).
2.      Manajemen pemeliharaan di peternakan milik Bapak Caca sudah efektif dilihat dari managemen pemberian pakan, produksi, reproduksi dan perkandangan.
3.      Penanganan kesehatan masih dilakukan dengan cara tradisional.
4.  Limbah sudah dikelola dengan baik yaitu dengan adanya penampungan kotoran sapi untuk biogas.
5.    Usaha peternakan sapi perah milik bapak Caca sudah efisien menurut analisis ekonomi, karena memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp. 574.638,4.






7.2         Saran
1.        Kandang seharusnya jauh dari lingkungan penduduk sehingga tidak menggangu kesehatan masyarakat
2.      Setelah dilakukan pemerahan sebaiknya ambing dicuci dengan menggunakan desinfektan agar ambing tidak terkena penyakit mastitis.
                                                                          












DAFTAR PUSTAKA
Abidin. 2002. Pemerahan, Satu Faktor Penentu Jumlah Air Susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
Bearden, H.J. and J.W. Fuquay, l997. Applied Animal Reproduction. Fourth Edition. Prentice Hall Inc.
Blakely, J dan D. H. Bade 1991. The Science of Animal Husbandry. Diterjemahkan Oleh Bambang Sri Gandono. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 276, 262

Darmono. 1992. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Jakarta.

Hafez, E. S. E. 1993. Anatomy of Male Reproduction. Dalam E. S. E. Hafez (E.d)

Hardjosubroto. 1994. Sapi Perah. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.

Kusnadi. 2006. Beternak Sapi Perah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.

Prihatman, Kemal. 2000. Budi Daya Ternak Sapi Perah. www.google.co.id.
Diakses pada tanggal 1 Agustus 2012. 20.00 WIB.
Riyanto, B. 1982. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Pertama. Yayasan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta. Hal. 291.
Rasyaf. 2004. Pedoman beternak sapi perah. Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal. (brosur).
Siregar, S. B. 1990.  Produkasi Sapi Perah.  Departemen Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Siregar, S. 1992. Sapi Perah : Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. Cetakan Kedua. Penebar Swadaya, Bogor. Hal. 4, 25, 49, 115, 141.
Siregar, S. 1995. Sapi Perah Jenis Tehnik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 107-121.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soedono, A. 1990. Pedoman Beternak Sapi Perah. Edisi Kedua. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta. Hal 7, 35, 48.
Soetarno, T. 2000. Ilmu Produksi Ternak Perah. Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sudono, dkk. 2004. Manajemen Ternak Ruminanasia Tropis. Majalah Trobos 2007. Edisi ke IV. Maret.2007.
Sugeng. 2001. Sapi Perah Daerah Tropis. Erlangga.Jakarta
Susilorini, T.E., M.E. Sawitri, Muharlien.2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suwarsono. 1992. Kondisi Peternakan Sapi Perah Dan Kualitas Susu Di Pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
Syarief, M. dan Sumoprastowo, R.M., 1990.Ternak Perah. CV Yasaguna. Jakarta.
Wahiduddin, M. 2008. Manajemen Sapi Perah Pada Peternakan Rakyat.
Wiharto 2000. Teknik Pemeliharaan Sapi Perah. Gramedia. Jakarta.











Lampiran 1 : Rekording Produksi Susu Rata- Rata per Hari
Tgl
Produksi  Susu per Hari
Jumlah produksi
Sapi 1
Sapi 2
Sapi 3
4
9
9
14,3
32.7
5
8,7
10,5
14
33.2
6
9
10
14
33
7
9
10
14
33
8
9
10
15
34
9
9,3
8,5
15,3
33.3
10
10
9
14
33
11
9
10
16,5
35.5
12
8
9
13,5
30.5
13
8
6
14
28
14
8
10
14,5
32.5
15
8,5
9,2
15
32.7
16
8,5
10,2
15
33.7
17
9
10
16
35
18
9
9
15
33
19
8,5
9,5
15
33
20
9
9
14,5
32.5
21
9
10
14
33
22
8
9,5
14,5
32
23
8,5
9,5
15
33
24
8,5
9,5
14
32
25
8
10
14
32
26
8,5
10,3
13,5
32.3
27
8
9
14
31
28
8,5
10
14,5
33
29
7,5
9,5
15
32
30
8
9
15
32
31
8,5
9
16
33.5
1
7,5
10
15
32.5
2
7,5
10
15
32.5
Jumlah
255.7
284.2
439.5
979.4
Rata-rata
8.52
9.47
14.65
32.65


Lampiran 2 : Pendugaan Bobot  Badan Sapi
Lingkar Dada (cm)
Bobot Badan (Kg)
Sapi 1 (laktasi)
167
361,1
Sapi 2 (laktasi)
176
420,2
Sapi 3 (laktasi)
185
486,6
           Sapi  4 (tidak laktasi)
180
448,8
Jumlah

1716,7
Rata-rata

429,175
Bobot badan sapi dewasa  :
Keterangan :
BB       = 601,8 – 9,033 (LD) +  0,04546 (LD)²
LD       = Lingkar Dada          












Lampiran 3 : Perhitungan Analisis Rata- Rata Kebutuhan Pakan Nutrisi Sapi Perah Laktasi
Perhitungan nutrisi bahan pakan yang diberikan pada sapi laktasi (yang digunakan adalah bobot sapi yang terbesar sapi no. 3)

Diketahui :
Bobot badan                           : 486,6 kg
Produksi susu rata-rata            : 14,65  Liter/hari
Kadar lemak susu                    : 3,6 %
Umur Sapi                               : 5 Tahun
Bulan Laktasi                          : 2
I.          Bobot Badan Sapi
= 601,8 – 9,033 (LD) + 0,04546 (LD)²
= 601,8 – 9,033 (185) + 0,04546 (185
= 601,8 – 1671,3 + 1555,9
 = 486,6  kg
II.       Produksi susu dalam 4% FCM
= 0,4 x ( produksi susu) + 0,15 (produksi susu x kadar lemak)
= 0,4 x (14,65) + 0,15 (14,65 x 0,036)
= 5.86 + 0.07911
= 5,94
III.    Kebutuhan nutrisi
BK            = 0,08 (Bobot Sapi) 0.65  (Produksi Susu) 0,4
        = 0,08 (486,6)0,65 (14,65)0,4
      = 13,06 kg 
PK = Kebutuhan PK Hidup Pokok + (Kebutuhan PK per kg produksi susu x                   Produksi susu)
= 0,403 + (0,079 x 14,65)
      = 1,56 kg
TDN= Kebutuhan TDN hidup pokok + (Kebutuhan TDN per kg per            produksi susu x Produksi susu)
  = 3,44 + (0,301 x 14,65)
  = 7,85 kg
Ca  =
       =
       = 6,72 gram
P     =
       =
       = 3,95 gram










Lampiran 4: Perhitungan Pemberian Pakan dihitung dari BK, PK, TDN, Ca, dan P :
Pemberian hijauan
1.        Rumput Gajah 30 kg
a.         BK     = 22,2 % x    30 kg                  = 6,66 kg
b.         PK      = 8,7 % x 6,66 kg                    = 0,57 kg
c.         TDN   = 52,4 % x 6,66 kg                  = 3,48 kg
d.        Ca      = 0,48%  x  6,66 kg                 = 0,031 kg
e.         P         = 0,35%  x  6,66 kg                 = 0,023 kg
Pemberian Konsentrat
1. Konsentrat jadi 3x2 pemberian = 6 kg
a.         BK     = 82,26 % x  6     kg                = 4,93 kg
b.         PK      = 12,07 % x 4,93 kg                = 0,59 kg
c.         TDN   = 70,26 % x 4,93 kg                = 3,46 kg
d.        Ca      = 2,00 % x  4,93  kg                = 0,09 kg
e.         P         = 0,67 % x 4,93   kg                = 0,03 kg        
2.        Ampas Tahu 3x2 pemberian =  6 kg
  1. BK      = 14,6 % x 6      kg                  = 0,87 kg
  2. PK       = 30,3 % x 0,87 kg                  = 0,26 kg
  3. TDN    = 77,9 % x 0,87 kg                  = 0,67 kg
  4. Ca        =          -
  5. P          =          -
3.        Jerami Padi Cacah 2 x 2 pemberian = 4 kg
a.    BK       = 87,5 % x  4    kg                   = 3,5    kg
b.    PK       = 4,2 % x 3,5    kg                   = 0,14  kg
c.    TDN    = 43,2 % x 3,5  kg                   = 1,51  kg
d.   Ca        = 0,42 % x 3,5  kg                   = 0,014 kg
e.    P          = 0,30 % x 3,5  kg                   = 0,015 kg

4.        Mineral SP 10 gr/ekor/hari
a.    BK       = 88,72 % x 0,01 kg                = 0,001 kg
b.    PK       =          -
c.    TDN    =          -
d.   Ca        = 20,6 % x 0,01  kg                 = 0,002 kg
e.    P          = 2,23 % x 0,01  kg                 = 0,001 kg
Pakan Tambahan
1.   Kulit  Singkong ( Pakan Tambahan ) 4 kg
a.       BK      = 30,6% x 4      kg   = 1,22 kg
b.      PK      = 6,6%   x 1,22 kg   = 0,08 kg
c.       TDN   = 73,1% x 1,22 kg   = 0,89 kg
d.      Ca      = 0,33% x 1,22 kg   = 0,04 kg
e.       P        = 0,21% x 1,22 kg   = 0,02 kg



Lampiran 5: Perhitungan Analisis Ekonomi di Peternakan Bapak Caca
Penyusutan Sarana Produksi
No
Jenis Investasi
Jumlah
DT
(bln)
NilaiBaru
(Rp)
Nilai Sisa
(Rp)
Penyusutan
1
Kandang
1
48
10.000.000
7.500.000
52.083
2
Sapi laktasi
3
48
42.500.000
14.000.000
593.750
3
Ember
4
12
40.000
-
3.333
4
Sikat
4
12
12.000
-
-
5
Karpet
4
48
600.000
    18.000
12.125
6
Sepatu kandang
2
48
80.000
-
-
7
Sabit
2
24
25.000
-
-
8
Tong air
2
24
200.000
5.000
8.125
9
Penggaruk kotoran
1
48
12.000
-
-
10
Milk can
1
48
300.000
7500
6.593
11
Cangkul
1
48
45.000
               -
-
12
Selang (m)
10
48
50.000
-
-
13
Lampu
2
12
50.000
-
-

Jumlah


53.914.000
21.530.500
676.009

1.    Penyusutan Sarana Produksi      = Rp. 676.009.

2.     Bunga Modal                               = %
                                                            =
                                                            = Rp 242.876.25

-   Biaya Tenaga Kerja ( 2 orang )       = Rp. 400.000
-   Pajak Bumi dan Bangunan            = Rp. 32.480
-  Simpanan Wajib KSU                     = Rp. 2.000
-  Simpanan Sukarelawan KSU          = Rp. 2.000
Total Biaya Tetap                               = Rp 676.009 +  Rp 242.876.25+  Rp 400.000 +   Rp. 32.480 + Rp. 2.000 + Rp. 2.000
                                                            = Rp. 1.355.365.25
3.                  Biaya Variabel
Perhitungan Kebutuhan Pakan 3 Sapi  Laktasi  :
1.            Rumput Gajah  = 3 ek x 30 kg x 30 hr x Rp 100,00           = Rp 270.000,00
2.            Konsentrat jadi = 3 ek x 6 kg x 30 hr x Rp 1.425,00          = Rp 769.500,00
3.            Ampas tahu      = 3 ek x 6 kg x 30 hr x Rp 200,00             = Rp 108.000,00
4.            Jerami padi       = 3 ek x 4 kg x 30 hr x Rp 150,00             = Rp   54.000,00
5.            Mineral mix      = 3 ek x 0,001 kg x 30 hr x Rp 2.500,00  = Rp        225,00
6.            Kulit singkong  = 3 ek x 4 kg x 30 x Rp 100,00                 = Rp     36.000,00
7.            Betadin          = 1 buah x 10. 000,00                                    = Rp   10.000,00
8.            Krim ambing = 1 buah x 10. 000,00                                   =  Rp  10.000,00
9.            Listrik            =  1 bulan x 30.000,00                                  = Rp 30.000,00+
                                                                                                       = Rp1.287.72500
Biaya Variabel                                                = Rp 1.287.725,00
Total Biaya                                                      = Biaya Tetap + Biaya Variabel
                                                = Rp.1.355.365,25 + Rp1.287.725,00
                                                = Rp.  2.575.450,00
4.      Penerimaan
Penjualan susu   : Rp.  2.876   x  979.4 liter / bulan        = Rp. 2.816.754.4
Penjualan Pedet jantan umur 4 bulan sebanyak 2 ekor   
 Rp. 4.000.000,00 / 12                                                      = Rp.    333.334,00
Total Penerimaan                                                              = Rp. 3.150.088.4
Pendapatan Bersih      = Total Penerimaan – Total Biaya
                                    = Rp. 3.150.088.4 – Rp. 2.575.450,00          
                                    = Rp. 574.638,4
5.                  R/C     = Penerimaan : Total biaya
 = 3.150.088,4 : 2.575.450,00
= 1,22
6.                  Rentabilitas Ekonomi
RE       =
=   =  1,06  %
7.                  Biaya Variabel Persatuan 
=
                      =
                      = Rp 1314.81/ liter
8.                    Break Even Point (BEP)
1.               BEP dalam satuan produk
                        =
            =
=   868.16 liter
2.            BEP Dalam Satuan Rupiah
                        BEP  =
                           =    
  = Rp. 2.496.832,84
















Lampiran 6 : Kemiringan Lantai
X2
X1
 



X
                        
Y
 


X1        : Tinggi dinding depan sapi
X2       : Tinggi dinding belakang sapi
X         : Selisih tinggi X2 dan X1
Y         : Panjang sisi dasar lantai
Diketahui :
X1 = 66,8 cm
X2 = 76 cm
Y   = 230,8 cm
Jawab :
X         = X2X1
            = 76 cm – 66,8 cm
            = 9,2 cm
tang     =   = 0,0398
Jadi tanggi = 3,98 0       




Lampiran 7 : Layout Kandang
A
                                                 U                                              

J
 
                                                              S
A
A
G
F
E
D
C
B
    H
 





                                                            I

                                               
Keterangan      :
A                     : Tempat Penyimpanan Pakan
B-C-D-F          :  Kandang Sapi laktasi
F-G                  :  Kandang Sapi Pedet
H                     :  Biogas         
I                       :  Tempat Pembuangan Limbah
J                       :  Tempat Penyimpanan Air


Lampiran 8 : Dokumen Gambar
Gambar 1. Foto Tataletak Kandang
Gambar 2. Foto Ampas Tahu dan Kulit Singkong
Gambar 3. Hijauan Rumput Gajah da Jerami Padi
              
Gambar 4. Super Mineral

Gambar 5. Pakan Konsentrat Jadi

         
Gambar 6.  Tempat Pengujian Susu dari Berbagai Sampel

Gambar 7. Tempat Penyaringan Susu dan Culling Susu
                                              
       
Gambar 8. Foto Kecamatan Pamulihan



1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantap. Kampung halaman saya tuh bang. :-)

Posting Komentar

 

Copyright © 2011 tentang ilmu | Design by Kenga Ads-template