I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Ternak perah merupakan
ternak yang secara genetis dilengkapi dengan organ-organ dan jaringan tubuh
untuk memproduksi susu yang tinggi sebagai bahan pangan manusia. Susu merupakan
bahan makanan yang mengandung semua zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia, mengandung protein, lemak, dan karbohidrat yang seimbang, vitamin, dan
mineral serta mengandung cukup banyak asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh.
Susu
sebagai produk peternakan khususnya peternakan sapi perah yang semakin
dirasakan peranannya didalam usaha pemenuhan gizi masyarakat yang merupakan
salah satu sumber protein hewani. Usaha pemenuhan kebutuhan susu sebagai sumber
protein tentunya harus diimbangi dengan usaha peningkatan produksi sehingga
permintaan dapat terpenuhi dan terjadi pemerataan gizi di dalam masyarakat. Keberhasilan untuk mengembangkan dan memajukan
peternakan sapi perah adalah meningkatkan populasi sapi perah dan produksi susu yang berkualitas sesuai dengan
standar yang ditentukan.
1.2.
Tujuan
Praktik Kerja Lapangan
1.2.1 Mengetahui
secara langsung kondisi usaha pemeliharaan ternak sapi perah di Dusun
Lebak Bitung, Desa Mekar Bakti milik Bapak Caca ditinjau dari kegiatan pemeliharaannya.
1.2.2 Mengadakan
evaluasi keberhasilan kegiatan usaha pemeliharaan ternak sapi perah milik Bapak Caca di Dusun Lebak Bitung, Desa
Mekar Bakti, kecamatan Pamuliahan kabupaten Sumedang.
1.3.
Kegunaan
Kerja Praktik Lapangan
Mendapatkan pengalaman dan
peningkatan keterampilan kerja (skill)
sehingga membuka wawasan tentang perkembangan peternakan diluar lingkungan
akademik.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengamatan Kinerja Bibit
Sapi Friesian Holstein
(FH) merupakan sapi yang berasal dari negeri Belanda, yaitu propinsi North
Holland dan West Friesland. Sifat karakteristik FH adalah berwarna hitam putih,
ada juga yang berwarna merah dan putih, merupakan sapi tipe besar dengan berat
dewasa betina 540 sampai 580 kilogram dan sapi jantan mencapai 800 kilogram.
Produksi susunya dapat mencapai 12.352 liter perlaktasi selama 300 hari dengan
kadar lemak 3,7%, di Indonesia rata-rata
produksi susu berkisar antara 2500 sampai 3000 kilogram perlaktasi
(Hardjosubroto, 1994).
Abidin (2002), menyatakan bahwa sapi PFH betina dilahirkan dengan warna
bulu putih kecokelatan dan abu-abu. Setelah dewasa warna cokelat berubah jadi
hitam gelap, jantan berubah menjadi hitam putih. Seekor sapi perah dengan karakteristik
sapi perah yang baik menampilkan fungsi produksi susu dan lemak susu untuk
jangka waktu panjang dan lama (Blakely dan Bade, 1991).
Ciri-ciri sapi perah betina yang baik
menurut Wahiduddin (2008) antara lain: Kepala
panjang agak sempit. Leher panjang dan lebarnya sedang, besarnya gelambir
sedang dan lipatan-lipatan kulit leher halus. Pinggang pendek dan lebar. Gumba, punggung
dan pinggang merupakan garis lurus yang panjang. Kaki kuat, tidak
pincang dan jarak antara paha lebar. Badan berbentuk segitiga, tidak terlalu gemuk dan
tulang-tulang agak menonjol. Dada lebar dan tulang-tulang rusuk panjang serta
lurus. Ambing besar, luas, memanjang kedepan kearah perut
dan melebar sampai diantara paha. Produksi susu tinggi. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit
menular, dan setiap tahun beranak.
2.2.
Pemberian
Pakan
Pakan hijauan adalah semua
bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan,
terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 2001). Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung
serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi
bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak,
katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah
meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya
rendah (Sugeng, 2001). Menurut Darmono (1992) konsentrat adalah bahan pakan
yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil
produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi- umbian.
Menurut Lubis (1992) pemberian
pakan pada ternak sebaiknya diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang
baik diberikan dengan perbandingan 60 : 40 (dalam bahan kering ransum), apabila
hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55 :
45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu
dapat menjadi 64 : 36 (Siregar 2008). Suwarsono (1992), berpendapat bahwa
dalam pemberian pakan kosentrat sebaiknya diberikan pada saat pagi dan sore
hari.
Rasyaf (2004), menyatakan bahwa air merupakan komponen yang sangat penting
untuk metabolisme tubuh, apabila ternak kekurangan air maka akan terjadi
dehidrasi dan akan berakibat fatal bagi produktivitas ternak. Sudono dkk (2004),
mengemukakan bahwa sapi perah yang sedang menyusui ( laktasi ) memerlukan
makanan tambahan sekitar 25% hijauan dan kosentrat didalam ransum.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrien untuk Hidup Pokok Induk
Laktasi
Bobot
Badan (kg)
|
Protein Kasar (g/ekor)
|
ME (M.kall /ekor)
|
TDN
(kg/ekor)
|
Ca (g/ekor)
|
P (g/ekor)
|
350
|
341
|
10,76
|
2,85
|
14
|
11
|
400
|
373
|
11,
90
|
3,15
|
15
|
13
|
450
|
403
|
12,99
|
3,44
|
17
|
14
|
500
|
432
|
14,06
|
3,72
|
18
|
15
|
550
|
461
|
15,11
|
4,00
|
20
|
16
|
600
|
489
|
16,12
|
4,27
|
21
|
17
|
Sumber:
Siregar, 1990
2.3.
Tatalakasana
Pemeliharaan
2.3.1. Pemeliharaan
Pedet
Pedet yang baru lahir segera diberikan kolostrum, karena kolostrum
mengandung zat kebal immuno lactoglobilin
yang diberikan selama tujuh hari setelah dilahirkan. Jumlah susu yang di
berikan pada pedet jantan sekitar seper delapan dari bobot badan. Sedangkan
untuk pedet betina sepersepuluh dari bobot badan (Soedono 1990).
Siregar (1992) menyatakan bahwa, apabila pedet yang baru lahir belum dapat bernafas, harus segera
diberi pertolongan caranya adalah dengan menelentangkan pedet sedemikian rupa
sehingga kaki-kakinya menghadap ke atas,
kemudian kedua kaki depannya dipegang dan digerak-gerakkan dengan
serentak ke atas dan ke bawah berkali-kali sampai terlihat tanda-tanda
bernafas.
Blakely
dan Bade (1991), menyatakan bahwa tali pusar yang baru dipotong dan diberi
yodium tinctur untuk mencegah masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui tali
pusar.
2.3.2. Penanganan Sapi Kering
Soedono, (1990) menyatakan bahwa masa
kering ideal yaitu 8 sampai 9 mingggu atau 56 sampai 63 hari. Pengeringan merupakan suatu masa
dimana sapi perah tidah diperah susunya sama sekali. Caranya dengan pengurangan
pakan konsentrat dan pemerahan berselang.
2.3.3. Pemeliharaan Sapi Laktasi
Soedono (1990)
menyatakan bahwa sapi yang sedang berproduksi hendaknya dibersihkan dan
dimandikan supaya menghasilkan susu yang lebih bersih dan sapi lebih sehat.
Kegiatan memandikan sapi yang baik adalah sebanyak dua
kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari selama diadakannya pemerahan.
Syarif dan Sumoprastowo (1990) mengemukakan
bahwa metode pemerahan yang baik adalah whole hand karena puting tidak
akan menjadi panjang dan susu yang keluar dapat lebih banyak. Metode stripping
pada awal pemerahan ditujukan agar air susu di dalam cistern atau rongga susu dapat turun ke bawah. Sedangkan pada akhir
pemerahan untuk mengeluarkan sisa-sisa susu yang masih terdapat pada puting
guna mencegah terjadinya mastitis.
2.3.4. Reproduksi
Bearden
dan Fuquay (l997) berpendapat bahwa
sapi dari bangsa perah seharusnya mencapai berat kawin pertama pada umur 15
bulan sehingga saat beranak kira-kira umur 24 bulan, sebaiknya sapi perah
dikawinkan pertama kali ketika berat badannya 272 kilogram. Ada data yang menunjukkan
bahwa sapi betina yang dikawinkan pertama kali pada umur 4-5 tahun secara nyata
dapat meningkatkan masalah reproduksi.
Keberhasilan
bunting dipengaruhi oleh
kualitas semen yang secara langsung dipengaruhi oleh proses penanganan dan
penyimpanannya (Bearden
dan Fuquay , 1997).
Birahi ternyata
bertepatan dengan perkembangan maksimum folikel-folikel ovarium. Manifestasi
psikologis birahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu estrogen yang
dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pada sapi betina seringkali terjadi
birahi tenang semua fenomena histologis dan fisiologis yang normal dapat
teramati, termasuk ovulasi tetapi respon untuk perkawinan tidak tampak, untuk
beberapa individu, kebutuhan estrogen mungkin lebih besar dibanding yang
lainnya dan birahi tenang mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam mensekresi
estrogen dalam jumlah yang cukup besar untuk menimbulkan respon perkawinan.
Tanda-tanda sapi birahi antara lain vulva nampak lebih merah dari biasanya,
bibir vulva nampak agak bengkak dan hangat, sapi nampak gelisah, ekornya
seringkali diangkat bila sapi ada dipadang rumput sapi yang sedang birahi tidak
suka merumput, kunci untuk menentukan yang mana diantara sapi-sapi yang saling
menaiki tersebut birahi adalah sapi betina yang tetap tinggal diam saja apabila
dinaiki dan apabila didalam kandang nafsu makannya jelas berkurang, pada sapi
dewasa laktasi tidak jarang produksi susunya turun (Soetarno, 2003).
Palpasi rectal pada sapi dilakukan
dengan meraba uterus melalui rektum rectal untuk mengetahui perkembangan fetus
bila terjadi kebutingan. Metode ini dilakukan pada masa awal kebuntingan
hasilnya, cukup akurat dan dapat diketahui segera (Hafez, 1993).
2.3.5.
Perkandangan
Syarif dan Somoprastowo (1990)
menyatakan bahwa lokasi kandang tidak boleh berdekatan dengan perumahan rakyat
sebab akan menimbulkan masalah sosial yang berhubungan dengan kehidupan
masyarakat, masalah yang menyangkut kesehatan masyarakat sekeliling.
Prihatman (2000) menyatakan
lantai jangan terlalu licin dan terlalu kasar serta dibuat miring ( 3 cm).
Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai
penyakit. Lantai terbuat dari semen, dialasi dengan karpet sebagai alas kandang
yang hangat dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Sugeng (2001) menyatakan bahwa
lantai kandang yang terbuat dari semen berfungsi untuk memudahkan peternak
dalam membersihkan dan membuang kotoran.
2.4.
Kesehatan
Wiharto (2000),
menjelaskan bahwa upaya untuk pencegahan dan pengobatan panyakit pada sapi
perah yang paling utama adalah sanitasi dan disinfektan karena sanitasi
merupakan ujung tombak yang tidak bisa untuk diabaikan dalam suatu usaha
peternakan. Kusnadi
(2006), berpendapat bahwa untuk program sanitasi pada pemeliharaan intensif
sapi-sapi harus dikandangkan sehingga memudahkan dalam pengawasannya.
Sapi yang menderita kembung perut akan tampak gelisah,
sering menghentakkan kaki atau berusaha mengais-ais perutnya, sapi mengalami
kesulitan untuk bernafas atau sering bernafas melalui mulut (Syarief dan
Sumoprastowo, 1990).
Sapi
perah laktasi yang terinfeksi mastitis bakterial, mula-mula ditandai dengan
perubahan susu. Susu berubah menjadi encer dan pecah dengan uji alkohol, susu
bergumpal dan kadang-kadang bercampur darah ataupun nanah. Tanda-tanda selanjutmya adalah ambing panas, membengkak, dan meradang, nafsu
makan menurun, sehingga kondisi tubuh menurun dan produksi susu mengalami penurunan
(Siregar, 1995).
2.5.
Penanganan
Limbah
Limbah adalah
buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga), yang dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada
suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungaan karena tidak
memiliki nilai ekonomis. Darmono, (1992) menyatakan bahwa Limbah dari ternak dapat
mendatangkan keuntungan yang berpotensi apabila dikelola dengan baik.
2.6.
Pemasaran dan Analisis
Ekonomi
Menganalisis
keuangan dalam usaha sapi perah, peternak harus rajin menghitung dalam bentuk
uang dari segala bentuk kegiatan yang dilakukan. Jumlah uang yang keluar (output)
maupun uang yang masuk (input) harus diatur sedemikian rupa serta
dikalkulasi secara cermat, hal ini memang sangat bervariasi dan agak berbeda dengan
kenyataan yang diperlukan, itu semua sangat tergantung dari keterampilan pengelola sapi perah itu sendiri (Riyanto, 1982).
Analisis usaha sapi perah pada prinsipnya ditujukan untuk mencapai
keuntungan yang maksimal dengan cara pengelolaan yang baik. Keuntungan usaha sapi perah sebagaimana usaha
komersial lainnya ditentukan oleh besarnya biaya produksi di satu pihak dan
besarnya penerimaan dari pihak lainya (Siregar, 1992). Menganalisis keuangan dalam usaha sapi perah, peternak harus rajin
menghitung dalam bentuk uang dari segala bentuk kegiatan yang dilakukan. Jumlah uang yang keluar (output)
maupun uang yang masuk (input) harus diatur sedemikian rupa serta
dikalkulasi secara cermat.
Riyanto (1982) menyatakan bahwa Return Cost Ratio (R/C Ratio) adalah perbandingan antara penerimaan
dengan pengeluaran yang menunjukan penerimaan setiap rupiah biaya. BEP adalah teknis analisis untuk mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel dan keuntungan dari volume
kegiatan, BEP diartikan sebagai suatu keadaan perusahaan di dalam operasinya
atau usahanya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian.
2.7.
Pencurahan
Waktu dan Kualitas Kegiatan Praktik Kerja
Menurut Susilorini
dkk (2009), tenaga kerja merupakan salah satu hal yang terpenting dalam
pemaliharaan ternak sapi, hal tersebut
dikarenakan keuletan dan keterampilan dari pekerja sangat diperlukan dalam
keberhasilan pemeliharaan sapi perah. Tenaga kerja sangat berperan penting, apalagi
jika perlatan yang digunakan masih manual. Pencurahan waktu pada pemeliharaan sapi
perah
lebih besar dibandingkan dengan sapi pedaging. Penempatan tenaga kerja
juga harus disesuaikan dengan kemampuan tenaga kerja.
Karakteristik sapi perah yang bersifat keibuan dan lembut menjadi salah satu
yang menjadi pertimbangan bagi pekerja. Sentuhan lembut dari pekerja terhadap
ternak yang dipelihara mutlak perlu agar sapi tersebut dapat berproduksi secara
maksimal.
III.
MATERI DAN CARA KERJA
3.1.
Materi
Praktik Kerja Lapangan
Materi yang digunakan dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan di peternakan Bapak Caca Dusun Lebak Bitung, Desa
Mekar Bakti, adalah:
1.
Sapi
perah Peranakan Frisies Hollstein (PFH), terdiri dari
sapi laktasi 3 ekor, sapi yang
sedang kering 1 ekor, pedet 2 ekor.
2.
Pakan
konsentrat dengan campuran: ampas tahu, konsentrat jadi, jerami cacah
3.
Pakan
hijauan berupa rumput gajah dan jerami
4.
Pakan
tambahan berupa kulit singkong
5.
Obat-obatan,
vitamin, dan perlengkapannya
6.
Bangunan
kandang dan perlengkapan.
7.
Perlengkapan
penanganan susu.
8.
Sarana
dan prasarana pemeliharaan
yang mendukung aktivitas produksi.
3.2.
Acara
Kerja Praktik Lapangan
3.2.1.
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Lapangan meliputi kerja rutin, insidental, dan kegiatan pendukung sebagai berikut :
a.
Kegiatan
Rutin :
1.
Memberi
pakan hijauan dan konsentrat.
2.
Membersihkan
kandang sebelum sapi diperah.
3.
Memandikan
sapi pagi dan sore sebelum pemerahan
4.
Memerah
sapi pada pagi dan sore hari.
5.
Mencuci
peralatan pemerahan.
6.
Pencatatan
produksi susu
7.
Penyetoran
susu kekoperasi terdekat
8.
Mencacah
jerami
b.
Kegiatan
Insidental :
1.
Mengukur
luas kandang.
2.
Mengukur
lingkar dada sapi untuk mengetahui bobot badan.
3.
Penimbangan
pakan.
4.
Uji kadar Lemak dan uji BJ susu.
c.
Kegiatan
Pendukung :
1.
Berdiskusi
dengan pegawai KUD Tandangsari.
2.
Berdiskusi
dengan para peternak.
3.
Membantu
pembuatan biogas.
3.3.
Data
3.3.1.
Cara
Pengumpulan Data
Data yang diperoleh yaitu data primer dengan cara mencatat langsung,
berdiskusi dengan peternak, mengikuti kegiatan dan data sekunder dengan cara
melakukan wawancara dengan pegawai KUD.
3.3.2.
Cara
Mengolah Data
Pengolahan
data menggunakan metode tabulasi dan deskriptif. Metode tabulasi dengan cara
memasukkan data ke dalam rumus yang ada sehingga menjadi data yang diolah
kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Metode deskriptif dengan cara mengumpulkan
data hasil wawancara kemudian diolah menjadi bentuk uraian yang dapat dipahami,
untuk menyederhanakan data yang diperoleh dan untuk memperoleh hasil yang mudah
dimengerti maka digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
a.
Bobot Badan Sapi Perah Dewasa (Siregar, 1992)
BB = 601,8-9,033 (LD) + 0,04546 (LD)2
BB = Bobot badan (kg)
LD = Lingkar dada (cm)
b.
Produksi Susu dalam 4 % FCM
(NRC, 1988)
FCM = 0,4 x (Produksi susu) + 15 (Produksi susu x
Kadar Lemak)
c.
Kebutuhan Nutrisi terdiri dari : ( Siregar,1992 )
1.
Kebutuhan Bahan Kering (BK)
BK =
0,08 (Bobot Sapi) 0.65 (Produksi Susu) 0,4
2.
Kebutuhan Protein Kasar (PK)
PK = Kebutuhan PK Hidup Pokok + (Kebutuhan PK per kg
produksi susu x Produksi susu)
3.
Kebutuhan TDN
TDN =Kebutuhan
hidup pokok + (Produksi susu x Kebutuhan produksi)
4.
Kebutuhan Kalsium (Ca)
Ca =Kebutuhan Hidup Pokok + (Produksi susu x Kebutuhan Produksi)/ 1000
5.
Kebutuhan Phosphor (P)
P =Kebutuhan Hidup Pokok x( Produksi susu x Kebutuhan Produksi)/ 1000
d.
Analisis Ekonomi ( Riyanto, 1982 )
1. Penyusutan =
2.
Bunga Modal (BM), (Riyanto,1982)
BM =
3.
R/C Ratio, (Riyanto,1982)
R / C =
4.
Rentabilitas
Ekonomi (RE), (Riyanto,1982)
RE =
5.
BEP dalam rupiah, (Riyanto,1982)
BEP =
6.
BEP dalam Satuan Unit, (Riyanto,1982)
BEP =
3.4.
Pelaksanaan
Kerja Pratik Lapangan
3.4.1.
Waktu
Pelaksanaan
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan ternak perah
dilaksanakan selama 1 bulan mulai dari
tanggal 04 Januari 2011
sampai dengan tanggal 02 Febuari 2011.
3.4.2.
Tempat
Pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan ternak perah dilaksanakan di peternakan
sapi perah milik Bapak Caca di Dusun
Lebak Bitung, Desa Mekarbakti, Kecamatan
Pamulihan, Kabupaten Sumedang.
IV.
VISUALISASI
KEGIATAN
4.1. Kegiatan Rutin
|
Keterangan
|
|
Pencampuran pakan (ampas tahu, jerami cacah, dan cangkang
singkong). pukul 13.00 siang dan pagi harinya pukul 03.00
|
|
Memberikan pakan konsentrat, pagi pukul 03.00 dan siang hari
pukul 13.00
|
|
Membersihkan kandang, pagi pukul 03.30 dan siang hari pukul 14.00.
|
|
Memandikan
sapi, pagi pukul 03.30 dan siang pukul 14.00.
|
|
Pemerahan dilakukan
pagi hari pukul 03.45 dan siang harinya pukul 14.30 WIB.
|
|
Memasukkan feces ke tempat pembuatan biogas
|
|
Pencatatan susu dilakukan setiap pagi dan sore hari
|
|
Membersihkan alat-
alat yang telah dipakai dalam kegiatan pemerahan
|
|
Pemberian
pakan hijauan untuk sapi
laktasi 30 kg, dara bunting 20 kg, pedet 7 kg ;
dilakukan pagi hari pukul 05.00 dan siang hari pukul 17.00 WIB
|
|
Melakukan
penyetoran susu ke koperasi susu 3 menit setelah selesai pemerahan yaitu pada pagi pukul 05.00 dan sore
pukul 16.00 .
|
|
Pembersihan
tempat pakan pagi hari pukul 08.00, saat sapi istirahat.
|
|
Mencacah
jerami yang dimulai pukul 08.00 sampai 11.00 siang.
Kegiatan mencari
rumput di ladang
pak Caca
|
4.2.Kegiatan Insidental
|
Kegiatan melakukan uji lemak dikoperasi dilakukan bordextester.
Pengukuran dilakukan menggunakan kadar alkohol 70 persen
|
|
Kegiatan melakukan uji BJ dikoperasi menggunakan alat laktodensimeter dengan cara
laktodensimeter dimasukkan pada susu yang dihomogenkan dalam gelas ukur,
kemudian besar BJ dapat dilihat pada skala laktodensimeter.
|
|
Kegiatan melakukan pengukuran kandang
|
|
Kegiatan melakukan penimbangan pakan bertujuan untuk mengetahui jumlah setiap pemberian
pakan sesuai dengan kebutuhan sapi berdasarkan umur dan produksinya.
|
|
Kegiatan Pengukuran lingkar dada sapi untuk menghitung perkiraan bobot badan sapi agar
diketahui kebutuhan nutrien dan jumlah pakan yang diberikan.
|
|
Menguburkan pedet yang mati
|
4.3.Kegiatan Pendukung
|
Melakukan wawancara dengan petugas KUD tentang pengolahan, harga susu per liter, bagaimana kualitas mutu susu
yang baik serta prosedur pengujian susu yang ada di KUD.
|
|
Berkunjung ke pabrik pengolahan susu pasteurisasi KSU Tandangsari di
kawasan Tanjungsari Sumedang
Sampel susu dari
beberapa peternak
|
V.
DESKRIPSI KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
5.1.
Aspek Keadaan Umum Wilayah Kabupaten/ Kodya
5.1.1.
Kondisi
Geografis
Kecamatan Pamulihan
merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Adapun batas-batas Kecamatan Pamulihan sebagai berikut:
Sebelah
Utara : Kecamatan Rancakalong
Sebelah
Selatan : Kecamatan Cimanggung
Sebelah
Barat : Kecamatan Tanjung sari
Sebelah
Timur : Kecamatan Sumedang Selatan
Kecamatan Pamulihan
memiliki luas wilayah 40,863 Ha, dengan 880 Ha diantaranya digunakan sebagai
lahan pertanian, ketinggian tempat 1500 m dari permukaan laut dan terendah 500 m dari permukaan laut.
5.1.2.
Mata
Pencaharian Penduduk
Visi Kecamatan Pamulihan sebagai terwujudnya daerah penopang agribisnis
yang didukung oleh masyarakat yang maju, bertaqwa, demokratis berdasarkan hukum
serta memiliki ilmu pengetahuan dan mendayagunakan tekhnologi, penuh
kemandirian dalam bermotivasi dan berkreasi, mampu membawa masyarakat Pamulihan berpola pikir lebih maju. Infrastruktur penunjang
yang ada di desa cukup bagus dengan kondisi jalan yang bagus dan adanya sarana
transportasi. Daftar mata pencaharian penduduk Pamulihan
dapat dilihat dalam Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan
Pamulihan
No
|
Jenis Mata Pencaharian
|
Jumlah (Jiwa)
|
%
|
1
|
Petani
|
19.522
|
36,56
|
2
|
Buruh tani
|
16.822
|
31,54
|
3
|
Pedagang
|
2.563
|
4,9
|
4
|
Karyawan
|
1.243
|
2,5
|
5
|
PNS
|
513
|
1,1
|
6
|
Wiraswasta
|
7.490
|
14,1
|
7
|
Tidak bekerja
|
4.903
|
9,3
|
Jumlah
|
|
53.692
|
100%
|
5.2.
Aspek
Identifikasi Wilayah dan Usaha Peternakan
5.2.1.
Identifikasi
Lokasi PKL
Desa Mekar Bakti merupakan salah satu desa dari 11 desa di wilayah
Kecamatan Pamulihan yang terletak 4 km arah Timur dari Kantor Camat Pamulihan,
dengan suhu rata-rata 27 0 C sampai 28 0 C dan curah hujan 2000 mm/th.
Adapun batas-batas desa Mekar Bakti
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa
Haurngombong dan Cilembu Kec. Pamulihan
Sebelah
Selatan : Gunung Kaerumbi
Sebelah Barat :
Desa
Sindanggalih Kec. Cimanggu
Sebelah
Timur : Jalan PUK ( Desa
Raharja dan Gunung Manik Kecamatan Tanjungsari ).
Sebagian besar mata pencaharian
penduduk di Desa Mekar
Bakti mayoritas
peternak sapi perah, lebih jelasnya dapat dilihat dalam
Table 3 sebagai
berikut :
Table
3. Mata Pencaharian Penduduk Mekar Bakti
No
|
Jenis Pekerjaan
|
Jumlah (orang)
|
%
|
1.
2.
|
Petani
Peternak
|
350
1.240
|
16,1
57
|
3.
|
Buruh Tani
|
320
|
14,6
|
4.
|
Pedagang
|
220
|
10,1
|
5.
|
Pegawai Negeri
|
48
|
2,2
|
Total
|
|
2.178
|
100%
|
5.2.2.
Identifikasi
Usaha Peternakan
Usaha
sapi perah milik Bapak Caca dimulai pada tahun 2006, dan langsung bergabung sebagai anggota KSU Tandangsari. Bapak Caca
mulai beternak hanya memiliki 2 ekor sapi Peranakan Frisien Holland yang diperoleh dari KSU dengan cara
kredit. Berkembang dari 2 ekor sapi menjadi 4 ekor sapi dengan membeli 2 ekor
sapi dara berumur 1,5 tahun yang sudah siap IB.
Produksi susu sapi perahnya cukup baik, karena pada awal laktasi ada
beberapa sapi yang dapat diperah 10 liter sampai 20 liter per ekor per hari. Seluruh
hasil susu kemudian disetorkan ke pos susu yang kemudian diangkut ke KSU Tandangsari
.
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
peternakan sapi perah Bapak Caca antara
lain : bangunan kandang, gudang penyimpanan pakan, konsentrat dan
peralatan kandang, sepeda motor, milkcan, sapu lidi, sapu, sikat, ember,
pengeruk kotoran, selang air dan fasilitas lainnya. Sarana dan prasarana yang
ada di peternakan Bapak Caca sudah cukup baik, sehingga pelaksanaan dapat
berjalan dengan baik walaupun masih sangat sederhana.
5.3.
Aspek Pengamatan Bibit
5.3.1.
Bangsa
Sapi Perah
Bibit sapi perah yang di pelihara oleh bapak Caca
berasal dari jenis Peranakan Frisien Holland (PFH). Alasan pemilihan sapi perah jenis PFH yaitu berdasarkan pertimbangan
ekonomis, mempunyai produksi yang cukup tinggi dan dapat beradaptasi dengan
lingkungan setempat. Sifat karakteristik FH adalah berwarna hitam putih, ada juga
yang berwarna merah dan putih, merupakan sapi tipe besar dengan berat dewasa
betina 540 sampai 580 kilogram dan sapi jantan mencapai 800 kilogram. Produksi
susunya dapat mencapai 12.352 liter perlaktasi selama 300 hari dengan kadar
lemak 3,7%, di Indonesia rata-rata produksi susu berkisar
antara 2500 sampai 3000 kilogram perlaktasi (Hardjosubroto, 1994). Abidin (2002), menyatakan
bahwa sapi PFH betina dilahirkan dengan warna bulu putih kecokelatan dan
abu-abu. Setelah dewasa warna cokelat berubah jadi hitam gelap, jantan berubah menjadi hitam putih.
Adapun Ciri-ciri sapi perah
betina yang baik menurut Wahiduddin (2008) antara lain: Kepala panjang agak sempit. Leher
panjang dan lebarnya sedang, besarnya gelambir sedang dan lipatan-lipatan kulit
leher halus. Pinggang pendek dan lebar. Gumba,
punggung dan pinggang merupakan garis lurus yang panjang. Kaki
kuat, tidak pincang dan jarak antara paha lebar. Badan
berbentuk segitiga, tidak terlalu gemuk dan tulang-tulang agak menonjol. Dada
lebar dan tulang-tulang rusuk panjang serta lurus. Ambing
besar, luas, memanjang kedepan kearah perut dan melebar sampai diantara paha.
Produk susu tinggi. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit
menular, dan setiap tahun beranak. Untuk perbedaan sapi perah Peranakan Frisien Holland (PFH) dengan Frisien Holland (FH) yaitu, Peranakan Frisien Holland (PFH) : ukuran badannya lebih kecil, produksi susunya
lebih sedikit, dominan warna hitam atau putih tergantung persilangan dan
warnanya lebih pudar, PFH belum tentu
jadi sapi perah. Sedangkan untuk sapi perah Frisien Holland (FH) : ukuran badan besar, produksi susunya tinggi,
warna hitam atau putih banyak dan warnanya lebih tajam.
Sapi yang dimiliki Bapak Caca sudah mendekati dengan syarat sapi perah yang baik, dan dapat
dinyatakan dari bentuk tubuh sapi yang tinggi besar, dengan bobot badan mencapai
486 kg
serta produksi susu rata-rata 14 liter per hari. Hal ini sudah baik mengingat Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa seekor sapi dengan
karakteristik perah yang baik akan menampilkan fungsi produksi susu dan lemak
susu untuk jangka waktu yang panjang dan lama. Bobot badan rata-rata yang ada
adalah sekitar 490 kg perekor dengan produksi rata-rata perekor perhari 12 liter.
5.4.
Aspek
Pemberian Pakan
5.4.1.
Pakan
dan Pemberiannya.
Faktor yang
menentukan keberhasilan sapi perah yaitu pemberian pakan. Pakan yang di berikan di peternakan milik Bapak Caca berupa hijauan dan
konsentrat. Pakan hijauan adalah semua
bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan,
terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 1998). Hijauan yang digunakan adalah rumput gajah yang
didapatkan dari lahan milik sendiri dan jerami. Konsentrat yang digunakan terdiri dari konsentrat jadi, ampas tahu, jerami
cacah, kulit singkong dan mineral. Pakan penguat (konsentrat) adalah
pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan
penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling,
menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi. Fungsi pakan
penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain
yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998). Menurut Darmono (1999) konsentrat
adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari
biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi- umbian.
Pemberian pakan dilakukan empat kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 03.00 WIB untuk pemberian
konsentrat dan pukul 05.00 WIB pemberian hijauan, siang pukul 13.00 WIB untuk pemberian
konsentrat dan sore hari pukul 17.00 WIB
pemberian hijauan. Suwarsono
(1992), berpendapat bahwa dalam pemberian pakan kosentrat sebaiknya diberikan
pada saat pagi dan sore hari.
Hijauan diberikan
kepada ternak dalam bentuk segar dengan perbandingan pemberian hijauan dan
konsentrat 60 : 40. Hal ini sudah baik mengingat pendapat Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya
diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikan dengan
perbandingan 60 : 40 (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yang diberikan
berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55 : 45 dan hijauan yang
diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64 :
36 (Siregar 2008).
Pemberian air minum diberikan secara adlibitum sehingga sapi tidak pernah mengalami kehausan dan penambahan air minum pada tempat minum dua kali sehari. Hal tersebut sudah baik
mengingat pendapat Rasyaf (2004), menyatakan bahwa air merupakan komponen
yang sangat penting untuk metabolisme tubuh, apabila ternak kekurangan air maka
akan terjadi dehidrasi dan akan berakibat fatal bagi produktivitas ternak. Kebutuhan pemberian
pakan sapi laktasi, sapi bunting dan pedet dapat dilihat di Tabel 4 sebagai
berikut:
Tabel 4. Pemberian Pakan Sapi Perah Laktasi, Dara
Bunting, dan Pedet Umur 4-6 Bulan
No
|
Bahan Pakan
|
Jumlah pemberian (Kg)/ekor/hari
|
||
Laktasi
|
Dara bunting
|
Pedet
|
||
1.
|
Rumput gajah
segar
|
30
|
20
|
7
|
2.
|
Konsentrat jadi
|
6
|
6
|
4
|
3.
4.
5.
|
Ampas tahu
Cacahan
Jerami padi
Kulit
Singkong
|
6
4
4
|
5
4
3
|
3
2
-
|
6.
|
Mineral
|
0,01
|
0,01
|
0,06
|
Pemberian
pakan pada sapi laktasi lebih banyak karena mengingat pendapat dari Sudono dkk (2004), mengemukakan bahwa sapi perah yang sedang menyusui (
laktasi ) meemerlukan makanan tambahan sekitar 25% hijauan dan kosentrat
didalam ransum.
5.4.2.
Pemberian Nutrisi Sapi Perah Laktasi Berdasarkan
Perhitungan BK, PK, TDN, Ca, dan P.
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Sapi Perah
Bahan Pakan
|
BK (%)
|
PK (%)
|
TDN (%)
|
Ca (%)
|
P (%)
|
Rumput Gajah
|
22,22
|
8,7
|
52,4
|
0,48
|
0,35
|
Konsentrat Jadi
|
82,26
|
12,07
|
70,26
|
2,00
|
0,67
|
Ampas
Tahu
|
14,6
|
30,3
|
77,9
|
-
|
-
|
Jerami
Padi
|
87,5
|
4,2
|
43,2
|
0,42
|
0,30
|
Mineral
Mix
|
88,72
|
-
|
-
|
20,6
|
2,23
|
Kulit
Singkong
|
30,6
|
6,6
|
73,1
|
0,33
|
0,21
|
Sumber
: Siregar ( 1990 )
Tabel
6. Perhitungan Kebutuhan Nutrisi Untuk Sapi Perah dengan Bobot Badan 486,6 kg Produksi Susu 14,65 Liter, Kadar
Lemak: 3,6 persen ( dari sampel bobot sapi perah laktasi yang bobot badan paling besar no.3
)
HIDUP POKOK
|
BK (kg)
|
PK (kg)
|
TDN (kg)
|
Ca (gram)
|
P (gram)
|
Kebutuhan
|
13,06
|
1,56
|
7,85
|
6,72
|
3,95
|
Tabel 7.
Perhitungan Evaluasi Kecukupan Nutrient Berdasarkan Bahan
Pakan untuk Mengetahui Kebutuhan BK, PK,
TDN, Ca, dan P
Bahan
|
BK
(kg)
|
PK
(kg)
|
TDN (kg)
|
Ca
(kg)
|
P (kg)
|
|
Rumput
gajah 30 kg
|
6,66
|
0,58
|
3,48
|
0,031
|
0,023
|
|
Konsentrat jadi 6 kg
|
4,93
|
0,59
|
3,46
|
0,09
|
0,03
|
|
Ampas tahu 6 kg
|
0,87
|
0,26
|
0,67
|
-
|
-
|
|
Jerami padi 4 kg
|
3,5
|
0,14
|
1,51
|
0,014
|
0,015
|
|
Mineral mix 0,01 kg
|
0,001
|
-
|
-
|
0,002
|
0,001
|
|
Kulit singkong 4
kg
|
1,22
|
0,08
|
0,89
|
0,04
|
0,02
|
|
Jumlah pemberian
|
17,18
|
1,64
|
10,01
|
0,177
|
0,089
|
|
Kebutuhan
|
13,06
|
1,56
|
7,85
|
0,067
|
0,039
|
|
Berdasarkan Tabel
7. diatas untuk BK, PK, dan TDN untuk sapi laktasi dengan bobot badan 486,6 kg
sudah tercukupi, dilihat dari selisihnya yang menunjukan antara kebutuhan dan
asupan yang terkonsumsi sudah tercukupi bahkan melebihi dari kebutuhan.
5.5.
Aspek
Tatalaksana
5.5.1.
Pemeliharaan
1.
Tatalaksana
Pemeliharaan Pedet
Peternakan Bapak
Caca memiliki 2 ekor pedet. Umur pedet antara 4-6 bulan. Peternakan sapi perah Bapak
Caca hanya memelihara pedet betina sampai dewasa untuk
dijadikan indukan, sedangkan pedet jantan akan dijual.
Pemeliharaan pedet di Peternakan milik Bapak Caca, sebelum sapi induk melahirkan, lantai kandang diberi
jerami terlebih dahulu. Siregar (1992) menyatakan bahwa, apabila pedet yang baru lahir belum dapat bernafas, harus segera
diberi pertolongan caranya adalah dengan menelentangkan pedet sedemikian rupa
sehingga kaki-kakinya menghadap ke atas,
kemudian kedua kaki depannya dipegang dan digerak-gerakkan dengan
serentak ke atas dan ke bawah berkali-kali sampai terlihat tanda-tanda
bernafas.
Penanganan pedet yang baru lahir yaitu dengan
cara membersihkan tubuhnya terutama lendir-lendir yang menempel di daerah badan
bagian hidung dan mulut dengan menggunakan kain atau lap basah, tujuannya
agar ternak dapat bernafas dan tali pusar harus segera di potong kurang
lebih 10 cm, dan diberi yodium. Pedet
diletakkan di depan induk agar dijilati oleh induk selama 15 menit, setelah
induk menjilati sampai bersih, pedet langsung dipisahkan dengan induknya. Hal ini
sesuai dengan Blakely dan Bade (1991), menyatakan bahwa tali pusar
yang baru dipotong dan diberi yodium tinctur untuk mencegah masuknya bakteri ke
dalam tubuh melalui tali pusar. Pedet
ditempatkan di kandang tersendiri dengan lantai kandang diberi jerami agar
hangat. Pedet yang baru lahir segera diberikan
kolostrum, karena kolostrum mengandung zat kebal immuno lactoglobilin yang diberikan selama tujuh hari setelah
dilahirkan. Jumlah susu yang di berikan pada pedet jantan sekitar seper delapan
dari bobot badan. Sedangkan untuk pedet betina sepersepuluh dari bobot badan
(Soedono 1990). Jumlah pemberian
pakan pada pedet dapat dilihat pada
Tabel 4.
2.
Tatalaksana
Pemeliharaan Sapi Laktasi
Sapi
perah mulai laktasi setelah sapi itu melahirkan, pemeliharaan
sapi perah laktasi pada
peternakan Bapak Caca meliputi
membersihkan kandang, membersihkan tempat pakan, memandikan, pemberian pakan
dan minum serta pemerahan. Sebelum dilakukan pemerahan,
lingkungan sekitar kandang dibersihkan dari
kotoran, ekor diikat, ambing dicuci dengan air hangat dan puting diolesi dengan krim khusus sebagai pelicin untuk mencegah terjadinya lecet pada
puting saat diperah, sehabis diperah ambing dicuci lagi dengan air hangat dan
dibersihkan dengan kain lap yang bersih. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soedono (1990) menyatakan bahwa sapi
yang sedang berproduksi hendaknya dibersihkan dan dimandikan supaya
menghasilkan susu yang lebih bersih dan sapi lebih sehat.
Kegiatan memandikan sapi yang baik adalah sebanyak dua
kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari selama diadakannya pemerahan.
Pemerahan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 03.30 WIB dan
pukul 14.30
WIB. Pemerahan dilakukan secara manual dengan sistem whole hand dan diakhiri stripping.
Pemerahan susu dilakukan dalam kondisi apuh atau pemerahan
sampai susu di ambing habis, hal
tersebut dilakukan agar susu yang diperah pada ambing tidak tersisa sehingga dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya mastitis pada sapi yang diperah.
Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Syarif dan Sumoprastowo (1990) yaitu bahwa metode pemerahan yang
baik adalah whole hand karena puting tidak akan menjadi panjang dan susu
yang keluar dapat lebih banyak. Metode stripping pada awal pemerahan
ditujukan agar air susu di dalam cistern
atau rongga susu dapat turun ke bawah. Sedangkan pada akhir pemerahan untuk
mengeluarkan sisa-sisa susu yang masih terdapat pada puting guna mencegah
terjadinya mastitis.
3. Pemeliharaan Sapi
Kering
Pengeringan
merupakan suatu masa yang penting bagi sapi perah dalam arti pemberian pakan dan
perawatan. Pemberian masa kering yang cukup dapat meningkatkan body condition score (BCS) sebagai
petunjuk praktis status energi tubuh pada ternak yang akan digunakan pada awal
laktasi sebagai akibat terjadinya negative
energi balance. Sapi
perah yang dikeringkan kira-kira berumur 7 bulan kebuntingan dan selama PKL
sudah tidak diperah lagi.
Cara pengeringan yaitu pemberian pakan konsentrat dikurangi, kemudian pada
saat pemerahan sapi diperah dengan cara berselang. Satu hari diperah
dan satu hari tidak diperah, dan seterusnya sampai dua hari sekai, lima hari
sekali sampai sapi benar-benar kering. Sesuai dengan pendapat Soedono, (1990)
menyatakan bahwa masa kering ideal yaitu 8 sampai 9
mingggu atau 56 sampai 63 hari. Sapi perah yang dikeringkan
pada saat PKL yaitu sapi No. 4 .
5.5.2.
Reproduksi
Sapi
perah tempat praktik kerja pertama kali dikawinkan pada umur 16-18 bulan.
Perkawinannya dilakukan dengan menggunakan inseminasi buatan (IB) dan
perkawinan alami. Umur kawin sudah sesuai dengan pendapat Bearden
dan Fuquay (l997) sapi dari bangsa perah seharusnya mencapai berat kawin
pertama pada umur 15 bulan sehingga saat beranak kira-kira umur 24 bulan,
sebaiknya sapi perah dikawinkan pertama kali ketika berat badannya 272
kilogram.
Pelaksanaan IB dilakukan oleh petugas Inseminasi dengan sistem aktif
artinya inseminator menjalankan tugas jika ada peternak yang melaporkan sapinya
menunjukkan gejala birahi. Alasan peternak melakukan perkawinan dengan sistem
IB adalah karena semen pejantan yang dipelihara kurang bagus dan tingkat
keberhasilannya rendah. IB bertujuan untuk
mendapatkan keturunan yang mempunyai produksi tinggi dan lebih efektif
dibandingkan dengan perkawinan alami. Keberhasilan bunting dipengaruhi oleh
kualitas semen yang secara langsung dipengaruhi oleh proses penanganan dan
penyimpanannya (Bearden
dan Fuquay , 1997).
Birahi ternyata
bertepatan dengan perkembangan maksimum folikel-folikel ovarium. Manifestasi
psikologis birahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu estrogen yang
dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pada sapi betina seringkali terjadi
birahi tenang semua fenomena histologis dan fisiologis yang normal dapat
teramati, termasuk ovulasi tetapi respon untuk perkawinan tidak tampak, untuk
beberapa individu, kebutuhan estrogen mungkin lebih besar dibanding yang
lainnya dan birahi tenang mungkin disebabkan oleh kegagalan dalam mensekresi
estrogen dalam jumlah yang cukup besar untuk menimbulkan respon perkawinan.
Tanda-tanda sapi birahi antara lain vulva nampak lebih merah dari biasanya,
bibir vulva nampak agak bengkak dan hangat, sapi nampak gelisah, ekornya
seringkali diangkat bila sapi ada dipadang rumput sapi yang sedang birahi tidak
suka merumput, kunci untuk menentukan yang mana diantara sapi-sapi yang saling
menaiki tersebut birahi adalah sapi betina yang tetap tinggal diam saja apabila
dinaiki dan apabila didalam kandang nafsu makannya jelas berkurang, pada sapi
dewasa laktasi tidak jarang produksi susunya turun (Soetarno, 2003).
Di peternakan Bapak Caca seekor sapi perah memerlukan 1 sampai 3 kali IB agar menjadi bunting. Setelah 2 bulan di IB kemudian dilakukan deteksi kebuntingan oleh peternak atau inseminator. Peternak mendeteksi kebuntingan dengan melihat apakah sapi yang diinseminasi birahi lagi atau tidak, jika sapi tersebut tidak lagi birahi selama dua bulan setelah inseminasi maka peternak menyimpulkan bahwa sapi tersebut bunting. Palpasi rectal pada sapi dilakukan dengan meraba uterus melalui rektum rectal untuk mengetahui perkembangan fetus bila terjadi kebutingan. Metode ini dilakukan pada masa awal kebuntingan hasilnya, cukup akurat dan dapat diketahui segera (Hafez, 1993).
Di peternakan Bapak Caca seekor sapi perah memerlukan 1 sampai 3 kali IB agar menjadi bunting. Setelah 2 bulan di IB kemudian dilakukan deteksi kebuntingan oleh peternak atau inseminator. Peternak mendeteksi kebuntingan dengan melihat apakah sapi yang diinseminasi birahi lagi atau tidak, jika sapi tersebut tidak lagi birahi selama dua bulan setelah inseminasi maka peternak menyimpulkan bahwa sapi tersebut bunting. Palpasi rectal pada sapi dilakukan dengan meraba uterus melalui rektum rectal untuk mengetahui perkembangan fetus bila terjadi kebutingan. Metode ini dilakukan pada masa awal kebuntingan hasilnya, cukup akurat dan dapat diketahui segera (Hafez, 1993).
Sapi dikawinkan
kembali 30 - 60 hari setelah beranak sehingga calving intervalnya antara 300
– 330 hari. Sedangkan untuk masa laktasi dihitung
mulai dari hari ke empat sampai dengan hari ke 309 setelah beranak.
5.5.3.
Perkandangan
Kandang bersebelahan dengan perumahan
penduduk, kandang juga terletak sekitar 10 m dari jalan. Jarak antar kandang yaitu 10 m. Hal ini kurang baik mengingat pandapat
Syarif dan Somoprastowo (1990) yang menyatakan bahwa lokasi kandang tidak boleh
berdekatan dengan perumahan rakyat sebab akan menimbulkan masalah sosial yang
berhubungan dengan kehidupan masyarakat, masalah yang menyangkut kesehatan masyarakat sekeliling, namun demikian
karena peternakan merupakan peternakan rakyat tidak diperhatikan, karena yang
berdekatan dengan rumah penduduk juga tidak hanya peternakan bapak Caca tetapi banyak peternakan yang lain.
Tetapi alangkah baiknya jika lokasi kandang tersebut jauh dari pemukiman
penduduk sehingga tidak mengganggu kesehatan masyarakat.
Arah kandang membujur dari Selatan ke
Utara sehingga sinar matahari pagi dan sore yang masuk dapat menerangi kandang
yang berguna untuk mengurangi kelembaban dan menghambat tumbuhnya
mikroorganisme dan dengan arah kandang tersebut membuat aliran udara menjadi
lancar. Tipe kandang yang digunakan adalah kandang konvensional dengan tipe satu baris. Lantai kandang terbuat dari semen hal ini
supaya tidak terlalu licin dan kuat untuk menahan bobot sapi, kemiringan lantai
sekitar 2,28 0 sehingga kotoran mudah dibersikan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Prihatman (2000) yang
menyatakan lantai jangan terlalu licin dan terlalu kasar serta dibuat miring ( 3
cm). Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya
berbagai penyakit. Lantai terbuat dari semen, dialasi dengan karpet sebagai
alas kandang yang hangat dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Hal ini didukung oleh pendapat Sugeng (1993) bahwa
lantai kandang yang terbuat dari semen berfungsi untuk memudahkan peternak
dalam membersihkan dan membuang kotoran.
Kandang untuk sapi laktasi, sapi bunting dan
sapi dara digabung dalam satu kandang yaitu kandang utama, sedangkan untuk
kandang pedet dipisah. Hal ini untuk mempermudah perawatan dan mempersingkat
kandang biar lebih efisien. Tempat pakan, minum dan konsentrat untuk sapi
laktasi, dara dan sapi kering berbentuk bak yang terbuat dari bahan semen
sedangkan tempat pakan untuk pedet berbentuk bak yang terbuat dari kayu, tempat
minum dan konsentrat menggunakan ember. Saluran air
pembuangan kotoran pada kandang milik Bapak Caca berukuran panjang 10 m, lebar
20 cm dan kedalaman 15 cm. Ukuran
saluran air pembuangan kotoran yang baik adalah dengan ukuran lebar 30 sampai
40 cm dengan kedalaman 20 sampai 25 cm.
5.5.4.
Produksi
Produksi utama dari usaha sapi
perah adalah susu segar. Susu segar adalah susu hasil pemerahan sapi atau hewan
menyusui lainnya yang tidak dikurangi atau ditambah dengan komponen lainnya
serta dapat dimakan atau digunakan sebagai
bahan makanan yang
sehat secara kontinyu. Sedangkan produksi sampingan berupa penjualan pedet dan kotoran (feses). Gunawan (1992), mengatakan bahwa manfaat peternakan sapi perah yang utama
adalah sebagai penghasil susu, serta hasil sampingan dapat berupa pupuk kandang
yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan organik bagi lahan pertanian.
Susu
hasil pemerahan yang sudah dimasukkan kedalam milk can dibawa ke koperasi dan
selanjutnya dilakukan uji berat jenis dan uji lemak. Pengujian yang dilakukan oleh koperasi
bertujuan untuk mengetahui susu yang telah disetorkan murni atau telah ditambah
dengan bahan-bahan lain misalnya air atau santan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Blakely
dan Bade (1991) menyatakan bahwa, uji susu penting artinya dan harus dikerjakan
untuk menghindari pemalsuan atau sebab-sebab lain yang mengakibatkan susu tidak
murni, sehingga diperoleh mutu susu yang baik. Umumnya sapi perah produksi susu
optimal terjadi pada bulan laktasi ke 3 atau 4.
Adapun prosedur pengujian
kualitas mutu susu sebagai berikut :
1.
Uji Berat
Jenis
Pengujian berat jenis menggunakan alat Laktodensimeter
dengan cara, susu yang akan diuji dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian
dihomogenkan, kemudian laktodensimeter dimasukan ke dalam susu tersebut,
sedangkan besar BJ dapat dilihat pada skala Laktodensimeter.
2.
Uji Lemak
Uji lemak dilakukan dengan
menggunakan alat bordextester. Sampel
susu diambil kemudian dilihat apakah terdapat butiran atau lemak yang menempel
pada gelas bordextester. Penggukuran
dilakukan dengan menggunakan kadar alkohol 70 persen.
Jumlah sapi laktasi di peternakan Bapak Caca adalah 3 ekor. Produksi susu sapi perah selama satu bulan
pada waktu PKL rata- rata sebanyak 32.65 liter dengan produksi rata-rata 14.65 liter per ekor per hari. Berdasarkan
hasil uji kualitas susu yang dilakukan di TPS diperoleh hasil uji kualitas susu
sudah sesuai dengan milk codex. hasil kadar lemak 3,6 persen dan dengan berat jenis 1,023. Kualitas susu yang diperoleh sangat
menentukan tinggi rendahnya harga susu, tergantung pada kadar lemak dan BJ.
Semakin tinggi kadar lemak dan BJ semakin tinggi pula harga susu karena
tingginya kadar lemak menandakan susu berkualitas baik.
Sesuai dengan
pendapat Soedono (1990) menyatakan hasil
produksi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi dan komposisi susu antara lain: genetik atau sifat keturunan, lama
bunting, panjang masa laktasi, lama masa kering, besarnya sapi, birahi, umur,
frekuensi pemerahan dalam sehari, kecukupan pakan, dan kesehatan ternak.
5.6.
Aspek
Kesehatan
Kebersihan kandang di peternakan milik Bapak Caca sudah cukup baik karena kandang dan
lingkungannya dibersihkan setiap hari. Pembersihan kandang rutin dilaksanakan untuk
mencegah timbulnya penyakit, yaitu dengan cara feses atau kotoran dibuang
setelah itu kandang disiram dengan air sampai bersih dan lingkungan sekitar juga
dibersihkan, untuk peralataan
juga sudah dilakukan pembersihan dengan baik, seperti ; drum susu, ember dan saringan selalu dicuci bersih pada
waktu akan digunakan dan setelah digunakan. Penyimpanan peralataan juga ditempatkan di tempat yang
bersih. Wiharto (2000),
menjelaskan bahwa upaya untuk pencegahan dan pengobatan panyakit pada sapi
perah yang paling utama adalah sanitasi dan disinfektan karena sanitasi
merupakan ujung tombak yang tidak bisa untuk diabaikan dalam suatu usaha
peternakan. Kusnadi
(2006), berpendapat bahwa untuk program sanitasi pada pemeliharaan intensif
sapi-sapi harus dikandangkan sehingga memudahkan dalam pengawasannya.
Program kesehatan pada peternakan sapi
perah dijalankan secara teratur, terutama di daerah-daerah yang terjadi
penyakit menular, hendaknya dilakukan vaksinasi secara teratur sebagai upaya
pencegahan penyakit menular. Penyakit yang sering menyerang ternak perah
seperti kembung perut yaitu yang berisi gas. Penyebab utama penyakit ini adalah
kesalahan cara pemberian pakan pada pagi hari, kondisi perut kosong serta nafsu
makan yang besar, nantinya akan mengakibatkan rumen kekurangan waktu
untuk beradaptasi. Sebagian besar penyebab kembung perut adalah proses
pencernaan oleh mikroorganisme, pemberian probiotik terutama pada sapi muda
dapat membantu mengurangi gejala penyakit ini.
Penyakit
kembung dipicu oleh kegagalan tubuh dalam mengeluarkan produk berupa gas yang
berasal dari proses pencernaan didalam lambung. Adanya penyumbatan disalah satu
saluran pengeluaran atau konsumsi bahan pakan yang terlalu banyak. Ketidakmampuan menghilangkan gas yang dihasilkan rumen Gas
: murni atau tercampur makanan (lambung berbuih/frothy bloat), terlalu banyak konsentrat
yang mengandung pati. Zat yang terkandung dalam
tanaman segar dinamakan saponin, suatu zat yang berbuih seperti sabun.
Ciri-ciri penyakit kembung yaitu Perut pada bagian kiri atas terlihat membesar
dan jika diraba terasa cukup keras, atau bila ditepuk akan terasa seperti ada
udara dibaliknya, dan berbunyi seperti tong kosong. Sapi yang
menderita kembung perut akan tampak gelisah, sering menghentakkan kaki atau
berusaha mengais-ais perutnya, sapi mengalami kesulitan untuk bernafas atau
sering bernafas melalui mulut (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).
Penanganan kesehatan di peternakan Bapak Caca
dilakukan dengan cara tradisional yaitu sapi diurut punggungnya sampai
mengeluarkan kotoran dan diberi ramuam tradisional seperti kunyit untuk antibiotik
dengan lembut untuk diambil airnya dan
diminumkan ke sapi yang kembung. Selama praktik
kerja lapangan selain penyakit kembung yang menyerang ada satu ekor sapi yang
terkena penyakit mastitis. Sapi yang terkena mastitis, mastitis adalah
peradangan ambing. Sapi perah laktasi yang
terinfeksi mastitis bakterial, mula-mula ditandai dengan perubahan susu. Susu
berubah menjadi encer dan pecah dengan uji alkohol, susu bergumpal dan
kadang-kadang bercampur darah ataupun nanah.
Tanda-tanda selanjutmya adalah ambing
panas, membengkak, dan meradang, nafsu makan menurun, sehingga kondisi tubuh menurun
dan produksi susu mengalami penurunan (Siregar, 1995).
Penyakit mastitis di peternakan milik Bapak Caca yaitu karena Cara
pemerahan yang kurang baik, cara pemerahan yang baik yaitu tidak boleh melebihi
10 menit, dan harus sampai ampuh. Cara pengobatan menggunakan obat pabrik berbentuk krim
dioleskan pada ambing, atau diberi ramuan tradisional seperti sabun colek dioleskan
keambing, daun pisang , daun katuk, garam, air hangat semuanya digerus sampai
lembut dan dibalurkan keambing setiap hari
yang terkena mastitis. Setelah rutin
diobati selama beberapa minggu sapi biasanya akan sembuh.
Sapi perah yang mudah terkena
penyakit akan memerlukan pengobatan dan akibatnya mempertinggi biaya produksi,
oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah mencegah penyakit dengan
upaya pemeliharaan yang baik. Hal tersebut dapat dilakukan apabila mengetahui
jenis-jenis penyakit, gejala-gejala dan cara pencegahannya.
5.7.
Aspek Penanganan Limbah
Limbah
adalah suatu bahan sisa dari suatu proses produksi atau aktivitas manusia yang
sudah tidak dimanfaatkan lagi. Pada industri pertanian, terutama subsektor
peternakan, limbah menjadi salah satu hal penting yang harus dipikirkan
penanggulangannya, karena dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak
dikehendaki. Limbah peternakan sebagian besar berupa bahan organik. Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan
sapi terdiri dari limbah sisa pakan, urine sapi dan feses sapi atau secara umum
terbagi menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dari usaha
peternakan sapi terutama feses sapi merupakan limbah terbesar yang dihasilkan
dari usaha tersebut.
Limbah
yang dihasilkan di peternakan Bapak Caca merupakan hasil sampingan dari usaha tersebut,
sedangkan produksi susu merupkan hasil utama. Limbah sapi berupa feses tidak
dibuang, akan tetapi dikumpulkan untuk biogas. Feses tesebut
ditampung terlebih dahulu di tempat saluran biogas berupa corong berbentuk
ember, setelah itu dicampurkan air dan diaduk, setelah feces menyatu dengan air
barulah sumbatan dari saluran biogas tersebut dibuka untuk memasukkan feces
bercampur air tersebut ke dalam kubah biogas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Darmono, (1992) bahwa Limbah dari ternak dapat
mendatangkan keuntungan yang berpotensi apabila dikelola dengan baik.
5.8. Aspek Pemasaran dan
Analisis Ekonomi
5.8.1.
Distribusi
Pemasaran
Pemasaran (Marketing) adalah kegiatan ekonomi yang mencakup arus barang dan
jasa dari produsen ke konsumen. Untuk mendapatkan harga yang layak peternak
harus mengikuti perkembangan harga pasar sehingga peternak juga dapat menikmati
keuntungan dari naiknya harga pasar dan dapat mengantisipasi bila terjadi
penurunan harga.
Daerah Kabupaten Sumedang merupakan sentra pusat susu di wilayah Jawa
Barat. Harga susu di daerah kecamatan Pamulihan adalah Rp 2.876,00 per liter. Jalur pemasaran susu
yaitu dari peternak kemudian kepengepul ( koperasi ) lalu disalurkan ke industri
pengolahan susu ( IPS ) di KUD Tandangsari, setelah itu
Susu dijual ke konsumen-konsumen yang berada di daerah Jakarta
( Ultra, Indomilk), Bandung (Indolakto), Sukabumi dan sekitarnya dan
sisanya dijual ke KSU yang berada di Kecamatan Tandangsari. Masalah yang terdapat dalam pemasaran adalah rendahnya harga susu menyebabkan
peternak rugi karena input dan output tidak seimbang, untuk mengatasi hal tersebut peternak mengurangi biaya
input, dengan cara memberi pakan sapi dengan alternatif bahan pakan yang lebih
murah.
Jalur pemasaran
untuk ternak yang akan dijual yaitu melalui jagal terus bandar ternak
dipasarkan ke Bandung, Subang, Pancalengka dan tempat- tempat yang kosong atau
yang membutuhkan. Cara menentukan harga yaitu dengan cara uji daging per kg
dipasaran, biasanyan untuk harga
pedet sekitar Rp 2.000.000,00 per ekor, harga dara sekitar 4.000.000,00 per
ekor, harga sapi bunting sekitar 7.000.000,00,dan harga pejantan sapi PFH sekitar Rp
12.000.000,00, dan untuk ternak afkir yaitu dilihat dengan uji bibit.
Masalah yang sering dihadapi
peternak dalam pemasaran yaitu karena ternak yang akan dijual biasanya dalam
keadaan cacat, terkena mastitis, menyebabkan pemasaran tidak lancar, dan
akibatnya sapi yang seharusnya harganya tinggi menjadi rendah, oleh sebab itu
para Bandar biasanya memanfaatkan keadaan seperti itu. Pada prinsipnya
pemasaran mencakup beberapa kegiatan seperti, distribusi, promosi dan
transaksi. Distribusi merupakan kegiatan memindahkan barang dari produsen
kekonsumen. Mengingat produk sapi perah merupakan produk yang mudah rusak, maka
proses pengangkutan dan penyimpanannya harus dilakukan dengan cermat
5.8.2.
Analisis
Ekonomi
Analisa
usaha sapi perah pada prinsipnya ditujukan untuk mencapai keuntungan yang
maksimal dengan cara pengelolaan yang sebaik-baiknya. Keuntungan usaha sapi
perah seperti usaha komersil lainnya ditentukan oleh besarnya biaya produksi
disuatu pihak dan penerimaan dipihak lain. Produksi utama dari pemeliharaan
sapi perah adalah susu, sehingga biaya produksi adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi sejumlah susu. Biaya-biaya tersebut pada umumnya
terdiri dari pakan, tenaga kerja, bangunan kandang, peralatan, obat-obatan,
pajak, sumber air, dan transportasi. Biaya produksi dapat berupa biaya tetap
dan biaya tidak tetap atau biaya variabel (Siregar,1990).
Hasil
perhitungan selama PKL di
peternakan sapi perah milik Bapak
Caca, diperoleh penerimaan
sebesar Rp 3.150.088.4 dan total biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp
2.575.450,00 sehingga
keuntungan dapat tercapai sebesar Rp 574.638,4. Produksi
susu rata- rata sebanyak 32.65 liter dengan harga Rp
2.876 per liter. Return
Cost Ratio atau R/C Ratio sebesar 1,22
dan
itu berarti peternakan
tersebut
boleh dikatakan efisien, karena
angka R/C Ratio lebih
dari satu. Riyanto (1999)
menyatakan bahwa Return Cost Ratio atau R/C Ratio adalah perbandingan antara
penerimaan dengan pengeluaran yang menunjukan penerimaan setiap rupiah biaya.
R/C Ratio 1,22 berarti setiap pengeluaran Rp 1,00 akan
diperoleh keuntungan sebesar Rp 1,22.
Rentabilitas yang didapatkan berdasarkan hasil perhitungan dari data
yang ada, didapatkan hasil rentabilitas dari peternakan sapi perah milik Bapak Caca adalah sebesar 1,06 % Riyanto
(1982), menyatakan bahwa semakin tinggi nilai rentabilitas ekonomi berarti
semakin efisien usaha yang diperoleh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha
tersebut sudah efisien.
Analisa Break Even adalah
suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya
variabel, keuntungan dan volume kegiatan,
oleh karenanya
analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya kentungan-volume kegiatan,
maka analisa tersebut sering pula disebut “Cost-Provit-Volume analysis”.
Break Even Poin itu sendiri
adalah suatu keadaan dimana jumlah biaya totalnya sama besarnya dengan
penghasilannya sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan atau menderita
kerugian (Riyanto, 1982). Besarnya Break Even Poin (BEP) yang diperoleh
dalam satuan rupiah adalah sebesar Rp 2.496.832,84 dan BEP dalam satuan produk adalah sebesar 868.16 liter. Dari perhitungan BEP di atas, berarti
titik impas usaha dicapai ketika produksi susu mencapai rata- rata 32,65 liter atau pada level harga jual susu per
liter Rp 2.876,00. Berarti peternakan sapi perah milik Bapak Caca layak untuk diteruskan.
5.9.
Aspek Pencurahan Waktu dan Kualitas Kegiatan
Praktik Kerja.
5.9.1.
Para
Pekerja Farm Dan Peserta PKL
Pekerja farm atau petugas kandang sebanyak 2 orang yaitu dilakukan
oleh Bapak Caca sendiri dengan istrinya . Bapak
Caca dan istrinya merupakan pekerja yang sudah lama mengurus sapi-sapi
tersebut. Untuk pencurahan waktu kerja per hari dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
8. Pencurahan Waktu Kerja Peserta Praktik
Kerja Lapangan
No.
|
Waktu
|
Curahan waktu kerja
|
1.
2.
3.
|
Pagi
Siang
Sore
|
Jam 03.30
sampai jam 05.00
Jam 09.00 sampai jam 12.00
Jam 15.00
sampai jam 17.00
|
VI.
EVALUASI KEBERHASILAN
KEGIATAN USAHA PEMELIHARAAN SAPI PERAH
6.1
Skor
Likert Hasil Evaluasi Keberhasilan Kegiatan Usaha Pemeliharaan.
No
|
Aspek
yang dievaluasi
|
Rincian
Evaluasi
|
Skor
|
1
|
Keadaan Umum
Wilayah
Sumedang
|
Kondisi
Geografis
|
2
|
Sejarah
Eksistensi Ternak
|
2
|
||
Mata
pencaharian penduduk
|
2
|
||
Prospek Usaha
|
3
|
||
Potensi Pasar
dari Bisnis Komoditas Ternak Perah
|
3
|
||
2
|
Identifikasi
Lokasi dan Usaha Peternakan
|
Identifikasi
Lokasi
|
2
|
Identifikasi
Usaha Peternakan
|
3
|
||
3
|
Pengamatan
Bibit
|
|
|
4
|
Pemberian
Pakan
|
Kegiatan dalam
pemberian pakan
|
3
|
Perhitungan
kebutuhan nutrisi
|
3
|
||
5
|
Tatalaksana
|
Perkandangan
|
3
|
Pemeliharaan
|
3
|
||
Reproduksi
|
3
|
||
6
|
Produksi dan
Performan / Standar
|
Produksi
|
3
|
Performa/Standar
|
3
|
||
7
|
Kesehatan
|
Pengendalian
Penyakit
|
2
|
Usaha
pengobatan
|
2
|
||
Program
Karantina
|
2
|
||
Mortalitas
|
2
|
||
8
|
Penanganan
Limbah
|
Identifikasi
limbah
|
2
|
Manajemen
Pengelolaan Limbah
|
2
|
||
Manajemen
Pengolahan Limbah
|
2
|
||
9
|
Pemasaran dan
Analisis Ekonomi
|
Distribusi
Pemasaran
|
3
|
Analisis
Ekonomi
|
3
|
||
10
|
Pencurahan
Waktu dan Kualitas Kegiatan Praktik Kerja
|
Para Pekerja
Farm
|
3
|
Peserta Praktik
Kerja
|
3
|
Keterangan : 1 = baik, 2 = cukup baik, 3 =
kurang baik.
6.2. Deskripsi Hasil
Evaluasi Keberhasilan Kegiatan Usaha Pemeliharaan
Lokasi praktek kerja lapangan
materi ternak sapi perah, di Dusun Lebak
Bitung, Desa Mekar Bakti Kecamatan Pamulihan
Kabupaten Sumedang. Lokasi geografis praktek kerja lapangan mempunyai
suhu rata-rata 27 – 28 0 C
dan curah hujan 2000 mm/thn. Pemilik peternakan Sapi perah bernama Bapak Caca Librata. Sejarah
ekstensi ternak Sapi perah milik bapak Caca memulai
usaha
pada tahun 2006 dengan populasi awal
hanya 2 ekor sapi perah . Jenis sapi perah yang dipelihara sapi peranakan Fries Holland (PFH). Kegiatan
dalam pemberian pakan sudah baik karena waktu pemberian pakan sudah terjadwal dengan
baik yakni pagi jam 03.30 pemberian konsentarat dan pukul 05.00 WIB pemberian
hijauan. Siang jam 13.00 pemberian konsentrat dan pukul 17.00 pemberian hijauan.
Sistem perkandangan untuk sapi perah milik bapak Caca menggunakan sistem konvensional dan lantai
lemprakan terbuat dari semen dengan kemiringan 3,98°. Produksi susu
rata - rata 32,65 liter perhari . Ternak yang sakit diobati dan diberi beberapa
jenis vitamin. Penanganan limbah kotoran sapi perah sudah cukup baik. Limbah
kotoran sapi perah pada peternakan bapak Caca diolah menjadi pupuk organik.
Susu dijual dengan harga Rp 2.876,00 per liter. Susu dijual ke KSU susu di
wilayah Sumedang, lalu kemudian disalurkan ke Industi Pengolahan Susu (IPS).
Analisis yang didapatkan selama praktik kerja lapangan yaitu untung sekitar Rp 574.638,4 perbulan.
Pencurahan waktu kerja peserta praktek kerja lapangan dan pekerja farm sudak
baik, karena jadwal kegiatan sudah terencana dan terjadwal.
6.3.
Solusi Temuan Masalah Hasil Evaluasi Keberhasilan Kegiatan Usaha Pemeliharaan
No
|
Aspek
yang dievaluasi
|
Rincian
Evaluasi
|
Nilai
|
1.
|
Keadaan
Umum Wilayah Kabupaten/ Kodya
|
Kondisi
Geografis
|
Baik
|
Sejarah
Eksistensi Ternak
|
Cukup
|
||
Mata
Pencaharian Penduduk
|
Baik
|
||
Prospek
Usaha
|
Cukup
|
||
Potensi
Pasar dari Bismis Komoditas Ternak Perah
|
Cukup
|
||
2.
|
Identifikasi
lokasi dan Usaha Peternakan
|
Identifikasi
Lokasi
|
Baik
|
Identifikasi
Usaha Peternakan
|
Baik
|
||
3.
|
Pengamatan
Bibit
|
|
Baik
|
4.
|
Pemberian
Pakan
|
Kegiatan
dalam Pemberian Pakan
|
Cukup
|
Pemberian
Pakan Berbagai Umur
|
Cukup
|
||
5.
|
Tatalaksana
|
Pemeliharaan
Reproduksi
|
Cukup
|
Perkandangan
|
Baik
|
||
Produksi
dan Pemeraham
|
Baik
|
||
6.
|
Kesehatan
|
Pengendalian
Penyakit
|
Cukup
|
Usaha
Pengobatan Program Karantina
|
Tidak
|
||
Mortalitasa
|
Cukup
|
||
7.
|
Penanganan
Limbah
|
Identifikasi
Limbah
|
Baik
|
Manajemen
Pengelolaan Limbah
|
Baik
|
||
Manajemen
pengolahan Limbah
|
Cukup
|
||
8.
|
Pemasaran
dan Analisis Ekonomi
|
Distribusi
Pemasaran
|
Cukup
|
Analisis
Ekonomi
|
Baik
|
||
9.
|
Pencurahan
Waktu dan Kualitas Praktik Kerja
|
Para
Pekerja farm
Peserta
Praktik Kerja
|
Baik
|
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil Praktik Kerja Lapangan Ternak Perah KSU Tandangsari di peternakan milik
Bapak Caca dapat disimpulkan bahwa.
1.
Bibit yang di pelihara cukup
baik karena berasal dari jenis peranakan
Frisien Holland (PFH).
2.
Manajemen pemeliharaan di
peternakan milik Bapak Caca
sudah efektif dilihat dari managemen pemberian pakan, produksi, reproduksi dan perkandangan.
3. Penanganan kesehatan
masih dilakukan dengan cara
tradisional.
4. Limbah sudah dikelola dengan baik yaitu dengan
adanya penampungan kotoran sapi untuk biogas.
5. Usaha peternakan sapi perah milik bapak
Caca sudah efisien menurut analisis ekonomi, karena memperoleh keuntungan
bersih sebesar Rp. 574.638,4.
7.2
Saran
1.
Kandang seharusnya jauh dari
lingkungan penduduk sehingga tidak menggangu kesehatan masyarakat
2.
Setelah dilakukan
pemerahan sebaiknya ambing dicuci dengan menggunakan desinfektan agar ambing
tidak terkena penyakit mastitis.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin. 2002. Pemerahan, Satu Faktor Penentu Jumlah
Air Susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
Bearden, H.J. and J.W. Fuquay, l997.
Applied Animal Reproduction. Fourth Edition. Prentice Hall Inc.
Blakely,
J dan D. H. Bade 1991. The Science of
Animal Husbandry. Diterjemahkan Oleh Bambang Sri Gandono. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 276, 262
Darmono.
1992. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Jakarta.
Hafez, E. S.
E. 1993. Anatomy of Male Reproduction. Dalam E. S. E. Hafez (E.d)
Hardjosubroto.
1994. Sapi Perah. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.
Kusnadi.
2006. Beternak Sapi Perah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan,
Jakarta.
Diakses
pada tanggal 1 Agustus 2012.
20.00 WIB.
Riyanto, B. 1982. Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Pertama. Yayasan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta.
Hal. 291.
Rasyaf. 2004. Pedoman beternak sapi perah.
Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal.
(brosur).
Siregar, S. B. 1990. Produkasi Sapi Perah. Departemen Produksi Ternak Perah Fakultas
Peternakan IPB, Bogor.
Siregar, S. 1992. Sapi Perah : Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. Cetakan
Kedua. Penebar Swadaya, Bogor. Hal. 4, 25, 49, 115, 141.
Siregar, S. 1995. Sapi Perah
Jenis Tehnik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hal 107-121.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Soedono, A. 1990. Pedoman Beternak Sapi Perah. Edisi Kedua. Direktorat Jenderal
Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta. Hal 7, 35, 48.
Soetarno, T. 2000. Ilmu Produksi Ternak Perah. Laboratorium Ternak
Perah Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sudono, dkk. 2004. Manajemen Ternak Ruminanasia
Tropis. Majalah Trobos 2007. Edisi ke IV. Maret.2007.
Sugeng. 2001. Sapi Perah Daerah Tropis.
Erlangga.Jakarta
Susilorini, T.E., M.E. Sawitri, Muharlien.2009.
Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suwarsono. 1992. Kondisi Peternakan Sapi Perah
Dan Kualitas Susu Di Pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
Syarief, M. dan Sumoprastowo, R.M., 1990.Ternak Perah.
CV Yasaguna. Jakarta.
Wahiduddin, M. 2008. Manajemen Sapi Perah Pada Peternakan
Rakyat.
Wiharto 2000. Teknik Pemeliharaan Sapi Perah. Gramedia. Jakarta.
Lampiran 1 : Rekording Produksi Susu Rata- Rata per Hari
Tgl
|
Produksi Susu per Hari
|
Jumlah produksi
|
||
Sapi
1
|
Sapi
2
|
Sapi
3
|
||
4
|
9
|
9
|
14,3
|
32.7
|
5
|
8,7
|
10,5
|
14
|
33.2
|
6
|
9
|
10
|
14
|
33
|
7
|
9
|
10
|
14
|
33
|
8
|
9
|
10
|
15
|
34
|
9
|
9,3
|
8,5
|
15,3
|
33.3
|
10
|
10
|
9
|
14
|
33
|
11
|
9
|
10
|
16,5
|
35.5
|
12
|
8
|
9
|
13,5
|
30.5
|
13
|
8
|
6
|
14
|
28
|
14
|
8
|
10
|
14,5
|
32.5
|
15
|
8,5
|
9,2
|
15
|
32.7
|
16
|
8,5
|
10,2
|
15
|
33.7
|
17
|
9
|
10
|
16
|
35
|
18
|
9
|
9
|
15
|
33
|
19
|
8,5
|
9,5
|
15
|
33
|
20
|
9
|
9
|
14,5
|
32.5
|
21
|
9
|
10
|
14
|
33
|
22
|
8
|
9,5
|
14,5
|
32
|
23
|
8,5
|
9,5
|
15
|
33
|
24
|
8,5
|
9,5
|
14
|
32
|
25
|
8
|
10
|
14
|
32
|
26
|
8,5
|
10,3
|
13,5
|
32.3
|
27
|
8
|
9
|
14
|
31
|
28
|
8,5
|
10
|
14,5
|
33
|
29
|
7,5
|
9,5
|
15
|
32
|
30
|
8
|
9
|
15
|
32
|
31
|
8,5
|
9
|
16
|
33.5
|
1
|
7,5
|
10
|
15
|
32.5
|
2
|
7,5
|
10
|
15
|
32.5
|
Jumlah
|
255.7
|
284.2
|
439.5
|
979.4
|
Rata-rata
|
8.52
|
9.47
|
14.65
|
32.65
|
Lampiran 2 : Pendugaan Bobot Badan Sapi
Lingkar
Dada (cm)
|
Bobot
Badan (Kg)
|
|
Sapi
1 (laktasi)
|
167
|
361,1
|
Sapi
2 (laktasi)
|
176
|
420,2
|
Sapi
3 (laktasi)
|
185
|
486,6
|
Sapi 4 (tidak laktasi)
|
180
|
448,8
|
Jumlah
|
1716,7
|
|
Rata-rata
|
429,175
|
Bobot
badan sapi dewasa :
Keterangan :
BB =
601,8 – 9,033 (LD) + 0,04546 (LD)²
LD = Lingkar Dada
Lampiran
3 : Perhitungan Analisis Rata- Rata Kebutuhan Pakan Nutrisi Sapi Perah Laktasi
Perhitungan
nutrisi bahan pakan yang diberikan pada sapi laktasi (yang digunakan adalah bobot sapi yang
terbesar sapi no. 3)
Diketahui :
Bobot badan : 486,6 kg
Produksi susu rata-rata : 14,65 Liter/hari
Kadar lemak susu : 3,6 %
Umur Sapi : 5
Tahun
Bulan Laktasi : 2
I.
Bobot
Badan Sapi
= 601,8 – 9,033 (LD) + 0,04546 (LD)²
= 601,8 – 9,033 (185) + 0,04546 (185)²
= 601,8 – 1671,3 + 1555,9
= 486,6 kg
II.
Produksi susu dalam 4% FCM
= 0,4 x ( produksi susu) + 0,15 (produksi susu x kadar lemak)
= 0,4 x (14,65) + 0,15 (14,65 x 0,036)
= 5.86 + 0.07911
= 5,94
III.
Kebutuhan nutrisi
BK = 0,08 (Bobot Sapi) 0.65 (Produksi Susu) 0,4
= 0,08 (486,6)0,65 (14,65)0,4
= 13,06 kg
PK = Kebutuhan
PK Hidup Pokok + (Kebutuhan PK per kg produksi susu x Produksi
susu)
= 0,403
+ (0,079 x 14,65)
= 1,56 kg
TDN= Kebutuhan TDN hidup pokok +
(Kebutuhan TDN per kg per produksi susu x Produksi susu)
= 3,44 + (0,301 x 14,65)
= 7,85 kg
Ca =
=
=
6,72 gram
P
=
=
=
3,95 gram
Lampiran 4: Perhitungan Pemberian Pakan dihitung dari BK, PK, TDN,
Ca, dan P :
Pemberian
hijauan
1.
Rumput
Gajah 30 kg
a.
BK = 22,2 % x 30 kg =
6,66 kg
b.
PK = 8,7 % x 6,66 kg = 0,57 kg
c.
TDN = 52,4 % x 6,66 kg = 3,48 kg
d.
Ca = 0,48%
x 6,66 kg = 0,031 kg
e.
P = 0,35%
x 6,66 kg = 0,023 kg
Pemberian
Konsentrat
1. Konsentrat jadi 3x2 pemberian = 6 kg
a.
BK = 82,26 % x
6 kg = 4,93 kg
b.
PK = 12,07 % x 4,93 kg = 0,59 kg
c.
TDN = 70,26 % x 4,93 kg = 3,46 kg
d.
Ca = 2,00 % x
4,93 kg = 0,09 kg
e.
P = 0,67 % x 4,93 kg = 0,03 kg
2.
Ampas Tahu 3x2
pemberian = 6 kg
- BK = 14,6 % x 6 kg = 0,87 kg
- PK = 30,3 % x 0,87 kg = 0,26 kg
- TDN = 77,9 % x 0,87 kg = 0,67 kg
- Ca = -
- P = -
3.
Jerami Padi Cacah 2 x 2
pemberian = 4 kg
a.
BK = 87,5 % x 4 kg = 3,5 kg
b.
PK = 4,2 % x 3,5 kg =
0,14 kg
c.
TDN = 43,2 % x 3,5 kg =
1,51 kg
d.
Ca = 0,42 % x 3,5 kg =
0,014 kg
e.
P = 0,30 % x 3,5 kg =
0,015 kg
4.
Mineral SP 10
gr/ekor/hari
a. BK = 88,72 % x 0,01 kg = 0,001 kg
b. PK = -
c. TDN = -
d. Ca = 20,6 % x 0,01 kg =
0,002 kg
e. P = 2,23 % x 0,01 kg =
0,001 kg
Pakan
Tambahan
1. Kulit
Singkong ( Pakan Tambahan ) 4 kg
a. BK = 30,6% x 4 kg
= 1,22 kg
b. PK = 6,6%
x 1,22 kg = 0,08 kg
c. TDN = 73,1% x 1,22 kg = 0,89 kg
d. Ca = 0,33% x 1,22 kg = 0,04 kg
e. P = 0,21% x 1,22 kg = 0,02 kg
Lampiran 5: Perhitungan Analisis Ekonomi di
Peternakan Bapak Caca
Penyusutan
Sarana Produksi
No
|
Jenis
Investasi
|
Jumlah
|
DT
(bln)
|
NilaiBaru
(Rp)
|
Nilai
Sisa
(Rp)
|
Penyusutan
|
1
|
Kandang
|
1
|
48
|
10.000.000
|
7.500.000
|
52.083
|
2
|
Sapi
laktasi
|
3
|
48
|
42.500.000
|
14.000.000
|
593.750
|
3
|
Ember
|
4
|
12
|
40.000
|
-
|
3.333
|
4
|
Sikat
|
4
|
12
|
12.000
|
-
|
-
|
5
|
Karpet
|
4
|
48
|
600.000
|
18.000
|
12.125
|
6
|
Sepatu
kandang
|
2
|
48
|
80.000
|
-
|
-
|
7
|
Sabit
|
2
|
24
|
25.000
|
-
|
-
|
8
|
Tong
air
|
2
|
24
|
200.000
|
5.000
|
8.125
|
9
|
Penggaruk
kotoran
|
1
|
48
|
12.000
|
-
|
-
|
10
|
Milk
can
|
1
|
48
|
300.000
|
7500
|
6.593
|
11
|
Cangkul
|
1
|
48
|
45.000
|
-
|
-
|
12
|
Selang
(m)
|
10
|
48
|
50.000
|
-
|
-
|
13
|
Lampu
|
2
|
12
|
50.000
|
-
|
-
|
|
Jumlah
|
|
|
53.914.000
|
21.530.500
|
676.009
|
1. Penyusutan
Sarana Produksi = Rp. 676.009.
2. Bunga Modal =
%
=
=
Rp 242.876.25
- Biaya Tenaga Kerja ( 2
orang ) = Rp. 400.000
- Pajak Bumi dan Bangunan =
Rp. 32.480
- Simpanan Wajib KSU = Rp. 2.000
- Simpanan Sukarelawan KSU = Rp. 2.000
Total Biaya
Tetap
= Rp 676.009 + Rp 242.876.25+ Rp 400.000 +
Rp. 32.480 + Rp. 2.000 + Rp. 2.000
=
Rp. 1.355.365.25
3.
Biaya Variabel
Perhitungan Kebutuhan Pakan 3 Sapi
Laktasi :
1.
Rumput Gajah = 3 ek x 30 kg x 30 hr x Rp 100,00 = Rp 270.000,00
2.
Konsentrat jadi = 3 ek
x 6 kg x 30 hr x Rp 1.425,00 =
Rp 769.500,00
3.
Ampas tahu = 3 ek x 6 kg x 30 hr x Rp 200,00 = Rp 108.000,00
4.
Jerami padi = 3 ek x 4 kg x 30 hr x Rp 150,00 = Rp 54.000,00
5.
Mineral mix = 3 ek x 0,001 kg x 30 hr x Rp
2.500,00 = Rp 225,00
6.
Kulit singkong = 3 ek x 4 kg x 30 x Rp 100,00 = Rp 36.000,00
7.
Betadin = 1 buah x 10. 000,00 = Rp
10.000,00
8.
Krim ambing = 1 buah x
10. 000,00 =
Rp 10.000,00
9.
Listrik =
1 bulan x 30.000,00 =
Rp 30.000,00+
= Rp1.287.72500
Biaya Variabel =
Rp 1.287.725,00
Total
Biaya =
Biaya Tetap + Biaya Variabel
=
Rp.1.355.365,25 + Rp1.287.725,00
= Rp. 2.575.450,00
4.
Penerimaan
Penjualan
susu : Rp. 2.876
x 979.4 liter / bulan = Rp. 2.816.754.4
Penjualan Pedet jantan umur 4 bulan sebanyak 2 ekor
Rp. 4.000.000,00 / 12 = Rp.
333.334,00
Total Penerimaan = Rp. 3.150.088.4
Pendapatan Bersih =
Total Penerimaan – Total Biaya
=
Rp. 3.150.088.4 – Rp. 2.575.450,00
=
Rp. 574.638,4
5.
R/C = Penerimaan : Total biaya
= 3.150.088,4 : 2.575.450,00
= 1,22
6.
Rentabilitas Ekonomi
RE =
=
= 1,06 %
7.
Biaya
Variabel Persatuan
=
=
= Rp 1314.81/ liter
8.
Break
Even Point (BEP)
1.
BEP dalam
satuan produk
=
=
= 868.16 liter
2.
BEP Dalam
Satuan Rupiah
BEP =
=
= Rp. 2.496.832,84
Lampiran
6 : Kemiringan Lantai
X2
|
X1
|
X
|
Y
|
X1 :
Tinggi dinding depan sapi
X2 : Tinggi dinding belakang
sapi
X : Selisih tinggi X2 dan X1
Y : Panjang sisi dasar lantai
Diketahui :
X1 =
66,8 cm
X2 =
76 cm
Y = 230,8 cm
Jawab
:
X = X2 – X1
= 76 cm – 66,8 cm
= 9,2 cm
tang =
= 0,0398
Jadi tanggi = 3,98 0
Lampiran 7 : Layout Kandang
A
|
J
|
S
A
|
A
|
G
|
F
|
E
|
D
|
C
|
B
|
H
|
I
Keterangan :
A :
Tempat Penyimpanan Pakan
B-C-D-F : Kandang Sapi
laktasi
F-G : Kandang Sapi Pedet
H : Biogas
I : Tempat Pembuangan Limbah
J : Tempat Penyimpanan Air
Lampiran 8
: Dokumen Gambar
Gambar 1. Foto Tataletak Kandang
|
|
Gambar 2. Foto Ampas Tahu dan Kulit Singkong
|
|
Gambar 3. Hijauan Rumput Gajah da Jerami Padi
|
Gambar 4. Super Mineral
|
Gambar 5. Pakan
Konsentrat Jadi
|
Gambar
6. Tempat Pengujian Susu dari Berbagai
Sampel
|
Gambar 7.
Tempat Penyaringan Susu dan Culling Susu
|
Gambar 8.
Foto Kecamatan Pamulihan
1 komentar:
Mantap. Kampung halaman saya tuh bang. :-)
Posting Komentar